Langsung ke konten utama

Tips Rumah Aman Terkendali Selama Silaturahmi Idul Fitri

Assalamu'alaykum teman-teman.       Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan.      Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...

Biografi: Khabbab Bin Al-Arat (Guru Besar Seni Pengorbanan)


          Sejumlah orang Quraisy mempercepat langkah mereka menuju rumah Khabbab dengan maksud mengambil pedang-pedang pesanan mereka. Khabbab pada waktu itu memang seorang pandai besi yang ahli membuat senjata, terutama pedang, yang dijualnya kepada penduduk Mekkah dan dikirimnya ke pasar-pasar. Tidak seperti biasa, Khabbab yang hampir tidak pernah meninggalkan rumah dan pekerjannya itu didatangi oleh rombongan Quraisy yang datang ke rumahnya.  Mereka pun duduk menunggu kedatangannya.

          Tidak lama kemudian, Khabbab datang dengan wajah terlukis tanda tanya yang bercahaya dan kedua matanya meneteskan air mata kegembiraan. Ia pun mengucapkan salam kepada rekan-rekannya lalu duduk di dekat mereka. Mereka menanyakan kepada Khabbab, “Apakah pengerjaan pedang-pedang kami telah selesai, wahai Khabbab?”

          Air mata Khabbab sudah kering, pada kedua matanya tampak sinar kegembiraan, dan seolah-olah ia berbicara dengan dirinya sendiri, “Sungguh, keadaannya sangat menakjubkan!”Kemudian orang-orang Quraisy kembali bertanya tentang pedang mereka dan kembali dijawab oleh Khabbab dengan pertanyaan, “Apakah kalian sudah melihatnya? Apakah kalian sudah pernah mendengar ucapannya?”

          Mereka saling berpandangan diliputi tanda Tanya dan keheranan. Salah seorang dari mereka kembali bertanya yang kali ini dengan suatu muslihat, “Apakah kamu sendiri sudah melihatnya, wahai Khabbab?”

          Khabbab menyadari siasat lawannya sehingga balik bertanya, “ Siapa maksudmu?”

          “Maksudku ialah orang yang kamu katakan itu!” jawab orang tadi dengan nada marah.

          Akhirnya, Khabbab memberikan jawabannya setelah memperlihatkan kepada mereka bahwa ia tak dapat dipancing-pancing. Dalam keadaan masih terharu dan terpesona, serta kegembiraan jiwa dan kepuasannya, ia mengatakan, “Benar, saya telah melihat dan mendengarnya. Saya menyaksikan kebenaran terpancar dari dirinya dan cahaya terang dari tutur katanya.”

          Sekarang orang-orang Quraisy yang memesan senjata mulai mengerti. Salah seorang dari mereka berteriak menanyakan siapakah orang itu sebenarnya. Dengan ketenangan yang hanya dimiliki oleh orang suci, Khabbab menjawab, “Siapa lagi, wahai Arab sahabatku? Siapa lagi di antara kaum kalian yang dari dirinya terpancar kebenaran dan dari tutur katanya memancarkan cahaya selain dia seorang?” Seorang lainnya pun berteriak dan tampak gusar, “Rupanya yang kamu maksud adalah Muhammad.”

          Khabbab menganggukkan kepalanya dengan penuh kegembiraan dan berkata, “Benar, dialah utusan Allah kepada kita untuk membebaskan kita dari kegelapan menuju terang benderang.”

          Setelah mengucapkan kata-kata itu, Khabbab tidak ingat lagi apa yang dia ucapkan atau yang diucapkan orang kepadanya. Ia tersadar setelah beberapa saat pingsan, dia pun tak melihat satu pun tamu ketika ia terbangun. Hanya bengkak-bengkak dan tulang-tulangnya terasa sakit. Dengan menahan rasa sakit, ia bangkit menuju tempat yang lapang, dan di muka pintu rumahnya ia berdiri sambil bersandar pada dinding, sedangkan kedua matanya yang cerdas berkelana jauh, menatap ufuk lalu berputar ke arah kanan dan kiri. Kedua matanya itu ingin menyelidiki dimensi yang selama ini hilang dalam kehidupannya, begitupun dalam kehidupan orang-orang di Mekkah dan orang-orang di manapun dan kapanpun.

          Mungkinkah pembicaraan yang didengarnya dari Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari itu merupakan cahaya yang dapat menerangi jalan menuju dimensi yang hilang dalam kehidupan seluruh umat manusia? Demikianlah, Khabbab tenggelam daam renungan dan pemikiran mendalam. Setelah itu ia kembali masuk ke rumah dan bersiap untuk menerima siksaan dan penderitaan baru.

          Mulai saat itu Khabbab pun mendapat kedudukan yang tinggi di antara orang-orang yang tersiksa dan teraniaya. Ia mendapatkan kedudukan itu di antara orang-orang yang ––walaupun miskin dan tidak berdaya–– berani tegak menghadapi kesombongan, kezaliman, dan kegilaan Quraisy. Asy-sya’bi mengatakan, “Khabbab menunjukkan ketabahannya, hingga tidak sedikit pun hatinya terpengaruh oleh tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka menindihkan batu membara ke punggungnya hingga dagingnya terbakar.”

          Orang-orang kafir Quraisy telah mengubah semua besi yang terdapat di rumah Khabbab yang disediakan sebagai bahan baku pembuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu mereka memasukkan ke dalam api hingga menyala dan merah membara, kemudian melilitkan ke tubuh, kedua tangan dan kedua kaki Khabbab.

          Khabbab menceritakan langsung pengalamannya ketika bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kami pergi mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang tidur berbantalan kain burdahnya di bawah naungan Ka’bah. Kami berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memintakan pertolongan bagi kami?’

Rasulullah pun duduk. Muka beliau berubah merah, lalu sabdanya, ‘Sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang disiksa, tubuhnya dikubur hingga sebatas leher ke atas, lalu sebuah gergaji diambil untuk menggergaji kepalanya. Namun, siksaan demikian itu tidak sedikit pun dapat memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang disikat antara daging dan tulang-tulangnya dengan sikat besi. Siksaan itu juga tidak dapat menggoyahkan keimanannya. Sungguh, Allah benar-benar akan menyempurnakan urusan ini, hingga seorang pengembara dapat bepergian dari Sana’a ke Hadramaut, dan tidak ada yang ditakutkan selain Allah ‘Azza wa Jalla, walaupun serigala berada di antara hewan gembalaannya. Namun, sayang, kalian terburu-buru.’”

          Khabbab dengan rekan-rekannya yang mendengarkan kata-kata itu bertambah keimanan dan keteguhan hati mereka. Mereka semua berikrar akan membuktikan kepada Allah dan Rasul-Nya ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan yang diharapkan dari mereka.

          Demikianlah Khabbab menanggung penderitaan dengan sabar, tabah, dan tawakal. Orang-orang Quraisy terpaksa meminta bantuan Ummu Anmar, yang tidak lain bekas majikan Khabbab yang telah membebaskannya dari perbudakan. Wanita tersebut akhirnya turun tangan dan turut mengambil bagian dalam penyiksaannya. Wanita itu mengambil besi panas yang menyala, kemudian menaruhnya di atas kepala dan ubun-ubun Khabbab, sementara Khabbab menggeliat kesakitan. Akan tetapi, napasnya ditahan hingga tidak keluar keluhan yang akan menyebabkan algojo-algojo tersebut merasa puas dan gembira.

          Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di hadapannya, saat besi yang membara di atas kepalanya membakar dan memanggangnya. Dada Rasulullah terasa sesak karena pilu dan iba, tetapi apa yang dapat diperbuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menolong Khabbab waktu itu? Tidak ada, selain meneguhkan hati dan mendoakannya. Pada saat itu Rasulullah mengangkat kedua tangannya ke arah langit dan bersabda, “Ya Allah, limpahkanlah pertolongan-Mu kepada Khabbab.

          Allah pun berkehendak hanya selang beberapa hari setelah itu, Ummu Anmar menerima hukuman balasan yang disegerakan di dunia ini. Seolah-olah hendak dijadikan peringatan oleh Dzat yang Mahakuasa, bagi dirinya maupun bagi algojo-algojo lainnya. Dia diserang oleh semacam penyakit panas yang aneh dan mengerikan. Menurut ahli sejarah, ia melolong seperti anjing. Ada yang menyatakan kepadanya bahwa satu-satunya obat yang dapat menyembuhkannya ialah menyeterika kepalanya dengan besi menyala. Akhirnya, kepalanya yang angkuh itu menjadi sasaran besi panas, yang diseterikakan orang-orang kepadanya tiap pagi dan petang.  

          Pada masa-masa dakwah pertama, Khabbab tidak merasa cukup hanya dengan ibadah dan shalat semata, tetapi ia juga memanfaatkan kemampuannya mengajar. Ia mendatangi rumah sebagian sahabatnya yang beriman dan menyembunyikan keislaman mereka karena takut kekejaman Quraisy, lalu membacakan dan mengajarkan ayat-ayat Alquran kepada mereka. Ia mencapai kemahiran dalam belajar Alquran yang diturunkan ayat demi ayat dan surat demi surat.

          Bila terhadap Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dirinya, “Barang siapa ingin membaca Alquran tepat sebagaimana diturunkan, hendaklah ia meniru bacaan Ibnu Ummul Abidin,” maka kita katakan pula, “Abdullah bin Mas’ud menganggap Khabbab sebagai narasumber mengenai soal-soal yang berkaitan dengan Alquran, baik tentang hafalan maupun pelajarannya.”

          Khabbab pula yang mengajarkan Alquran kepada Fathimah binti Al-Khatthab dan suaminya Sa’id bin Zaid ketika mereka dipergoki oleh Umar bin Al-Khatthab yang datang dengan pedang di pinggang untuk membuat perhitungan dengan Islam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi ketika dibacakan ayat-ayat Alquran yang tertulis pada lembaran yang dipergunakan oleh Khabbab untuk mengajar, ia pun berseru dengan suaranya yang diberkahi, “Tunjukkan kepadaku di mana Muhammad!” Khabbab pun menyampaikan bahwa Rasulullah berada di Shafa, di rumah Arqam bin Abul Arqam. Umar pun bergegas pergi untuk mendapatkan keuntungan yang tidak terkira, menemui awal nasibnya bahagia.

          Khabbab bin Al-Arat menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua pertempuran, dan selama hayatnya ia tetap membela keimanan dan keyakinannya. Ketika Baitul Mal melimpah ruah dengan harta kekayaan pada masa Umar dan Utsman, Khabbab mendapat gaji yang besar karena termasuk golongan Muhajirin yang masuk Islam lebih awal. Penghasilannya yang cukup ini memungkinkannya untuk membangun sebuah rumah di Kufah dan harta kekayaannya disimpan pada suatu tempat di rumah itu, yang dikenal oleh para sahabat dan tamu-tamu yang memerlukannya, hingga bila di antara mereka ada sesuatu keperluan, ia dapat mengambil uang yang diperlukannya dari tempat itu.

          Meski demikian, Khabbab tidak pernah tidur nyenyak, air matanya pun tidak pernah kering setiap teringat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang telah membaktikan hidupnya kepada Allah. Mereka beruntung telah menemui-Nya sebelum pintu dunia dibukakan bagi kaum muslimin dan sebelum harta kekayaan diserahkan ke tangan mereka. Dengarkanlah pembicaraannya dengan para pengunjung yang datang menjenguknya ketika ia sedang sakit yang membawa ajalnya.

          Mereka berkata kepadanya, “Berbahagialah, wahai Abu Abdullah karena engkau akan menjumpai sahabat-sahabatmu.”

          Khabbab pun menjawab sambil menangis, “Tidak ada yang membuatku khawatir, tetapi kalian telah mengingatkanku kepada para sahabat dan sanak saudara yang telah pergi mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebelum mereka mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga. Sementara kita…., kita masih tetap hidup dan mendapat kekayaan dunia, hingga tidak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah.”

          Kemudian ia menunjukkan rumah sederhana yang telah dibangunnya itu, lalu menunjukkan tempat untuk menaruh harta kekayaannya dan berkata, “Demi Allah, aku tidak pernah menutupnya walau dengan sehelai benang, dan tidak menghalanginya terhadap siapapun yang meminta.” Setelah itu, ia menoleh pada kain kafannya yang telah disiapkan orang-orang untuknya dan dibandingkan kain kafan kepunyaan Hamzah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Lihatlah ini kain kafanku. Bukankah kain kafan Hamzah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika gugur sebagai salah seorang syuhada hanyalah burdah berwarna abu-abu, yang jika ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya, sebaliknya bila ditutupkan ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya?”

          Khabbab wafat pada 37 H. Guru besar bidang pengabdian dan pengorbanan dalam Islam itu kini telah berpulang. Mungkin kata-kata terbaik yang kita ucapkan untuk melepas tokoh ini, ialah kata-kata yang diucapkan oleh Ali ketika ia kembali dari Perang Shiffin, yang ketika itu pandangannya tertuju pada sebuah makam yang masih basah dan segar. Ia bertanya, “Makam siapa ini?” orang-orang menjawab, “Makam Khabbab.” Ali pun merenung lama sekali dengan hati yang khusyuk dan berduka lalu berkata:

          Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Khabbab

          Menganut Islam dengan penuh semangat

          Berhijrah semata-mata karena taat

          Dan hidup sebagai mujahid.



Daftar Pustaka:

Khalid, Khalid Muhammad. 2013 M/1435 H. Biografi 60 Sahabat Nabi (Rijalun haular Rasul). Jakarta: Ummul Qura.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Cibubur Naik Apa?

Cibubur, salah satu daerah yang dapat di Jakarta yang mempunyai daya tarik. Sepanjang Jalan Alternatif Cibubur saja pintu masuk perumahan mewah sudah berbaris rapi di kanan dan kiri jalan, contohnya: Cibubur Residence, Raffles Hills, Mahogany, Puri Sriwedari, Kota Wisata, dan Legenda Wisata. Banyaknya perumahan yang menjamur di sana juga membuat sarana vital lainnya mulai bermunculan. Sarana vital tersebut antara lain sekolah milik swasta, rumah sakit, pusat perbelanjaan, restoran berbagai macam rasa dan harga, serta sarana rekreasi seperti Taman Buah Mekarsari yang memang sudah ada sebelumnya dan water park atau kolam renang besar. Sarana tersebut dibuat tidak lain untuk memanjakan para penghuni perumahan tersebut serta warga Jakarta, Cikeas, Cileungsi, dan sekitarnya. Setidaknya mereka tak perlu ke pusat Jakarta untuk sekadar menikmati liburan.                 Banyaknya sarana vital yang berada di Ci...

Permainan Kecil Materi Bahasa Indonesia

Belajar materi bahasa Indonesia sering kali membuat mata siswa meredup voltnya. Satu faktornya yaitu materi yang berupa hafalan dan banyak istilah aneh di dalamnya. Saya selaku guru bahasa Indonesia masih berusaha untuk membuat penyajian materi tidak membosankan. Beberapa permainan ringan tercipta secara spontan yang tentu saja atas izin Allah. Permainan yang pernah dicoba yakni Tebak Kata (mirip hang man , tetapi tidak ada gambar orang yang digantung karena menurut saya terlalu kejam), Tangga Berbaris (mirip ul*r tangga, tetapi saya agak bermasalah dengan hewan melata itu maka saya ganti namanya), dan yang saat ini masih saya gunakan yaitu Cari Kata. Permainan kecil berkaitan bahasa Indonesia diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir siswa. Bila kita telah mengetahui tentang permainan Tebak Kata, saya akan menunjukkan penampakan permainan Tangga Berbaris. Namun, untuk permainan ini saya baru mencoba untuk materi prinsip dasar Islam. Hal ini karena cukup banyaknya var...

Ketika Kami Menantinya (Edisi Kabay)

Sudah lama tidak menulis lagi di blog. Kehidupan baru sebagai seorang istri membuat saya (agak) malas buka laptop. Bukan karena ada Farm Heroes di hp suami, melainkan segabreknya aktivitas lala lili yang harus dilakukan. Kalau sudah agak lelah ya jadi boboable alias gampang tidur. Pernikahan tanggal 6 September 2015 dihadiri oleh banyak teman dan tetangga. Alhamdulillah berjalan lancar. Hal yang paling menyenangkan dari pernikahan saat itu adalah hadirnya doa-doa dari orang-orang shalih dan shalihah yang in syaa Allah tulus diucapkan sehingga membawa berkah pada pernikahan kami. Sehari setelah pernikahan dengan berkemas seadanya, saya, ibu saya, suami beserta keluarganya bergegas berangkat ke Semarang dengan jalur udara via CGK. Perjalanan satu jam saya bersama ibu saya dan ibu mertua seru sekali. Dulu naik pesawat cuma bersama ibu, sekarang sudah ada ibu mertua. Sementara itu, suami, adik-adik, dan bapak, kerabat dengan total kami semua  7 orang duduk berpencar (padahal check...