Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2014

Tips Rumah Aman Terkendali Selama Silaturahmi Idul Fitri

Assalamu'alaykum teman-teman.       Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan.      Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...

Biografi: Khabbab Bin Al-Arat (Guru Besar Seni Pengorbanan)

          Sejumlah orang Quraisy mempercepat langkah mereka menuju rumah Khabbab dengan maksud mengambil pedang-pedang pesanan mereka. Khabbab pada waktu itu memang seorang pandai besi yang ahli membuat senjata, terutama pedang, yang dijualnya kepada penduduk Mekkah dan dikirimnya ke pasar-pasar. Tidak seperti biasa, Khabbab yang hampir tidak pernah meninggalkan rumah dan pekerjannya itu didatangi oleh rombongan Quraisy yang datang ke rumahnya.  Mereka pun duduk menunggu kedatangannya.           Tidak lama kemudian, Khabbab datang dengan wajah terlukis tanda tanya yang bercahaya dan kedua matanya meneteskan air mata kegembiraan. Ia pun mengucapkan salam kepada rekan-rekannya lalu duduk di dekat mereka. Mereka menanyakan kepada Khabbab, “Apakah pengerjaan pedang-pedang kami telah selesai, wahai Khabbab?”           Air mata Khabbab sudah ...

Ibarat Pasal 2 yang Kembali ke Pasal 1 (Bersabarlah dalam menasihati)

Tulisan ini bukan tentang hukum perundang-undangan. Judulnya saja sudah terlihat kata “ibarat”. Masih ingat dengan pasal-pasalan ketika Masa Orientasi Siswa (MOS) di SMP atau SMA beserta aturan dan atribut yang kebanyakan kurang nilai pendidikannya? Tulisan ini tentang adab saling menasihati sesama muslim. Adab ini seperti pasal 1 dan pasal 2 pada aturan MOS. Bedanya, kalau pasal di aturan MOS itu membuat jengkel, pasal-pasal dalam adab menasihati sungguh menenangkan. Beberapa orang beranggapan bahwa jika ingin menasihati maka pemberi nasihat harus menjadi yang sempurna. Nyatanya, tidak ada makhluk yang sempurna. Jadi, kita tidak boleh menasihati? Berilah nasihat ketika kita melihat saudara seiman kita akan jatuh ke dalam suatu keburukan. Ibaratnya kalau dalam hukum di Indonesia, saat kita melihat seseorang akan melakukan kejahatan dan kita membiarkan saja, maka kita termasuk membiarkan seseorang melakukan tindakan melawan hukum. Tentu saja kita juga bisa dihukum. ...

Wanita Haid Bisa Mendapatkan Malam Laitul Qadr

Bismillahirrahmanirrahim Pertanyaan ini saya dapatkan dari beberapa status di facebook yang ternyata juga ditanyakan oleh pendengar salah satu Radio Rodja. Pertanyaan ini muncul saat acara Mutiara Sahur dengan pembicara Ustadz Firanda. Atas pertanyaan tersebut, maka ustadz menjawab kurang lebih seperti ini: "Malam Laitul Qadr bisa didapatkan oleh setiap orang. Sama halnya seperti bulan Ramadhan, orang kafir pun mendapatkan bulan Ramadhan. Akan tetapi, arti mendapatkan di sini berarti "berada" di bulan Ramadhan tersebut. Hanya mereka tidak melaksanakan ibadah bulan Ramadhan seperti halnya umat muslim. Hanya sekadar "berada" di bulan Ramadhan. Begitu pula dengan Laitul Qadr, setiap orang pasti mendapatkan malam Laitul Qadr, tetapi perkara apakah ia mendapatkan hidayah, taufik, dan berkah dari malam Laitul Qadr tidak ada yang mengetahui. Seseorang agar bisa mendapatkan Laitul Qadr tidak harus beri'tikaf di masjid, beri'tikaf itu salah satu sunnah R...

Pesan Rasulullah kepada Abu Dzar Al-Ghifari

Suatu hari Abu Dzar duduk menyampaikan sebuah hadits, dan berkata “Aku diberi wasiat oleh junjunganku berupa tujuh perkara: beliau memerintahkan agar aku menyantuni orang-orang miskin dan mendekatkan diri kepada mereka; beliau memerintahkan agar aku berkaca kepada orang di bawahku dan bukan pada orang yang di atasku; beliau memerintahkan agar aku tidak meminta sesuatu kepada orang lain; beliau memerintahkan agar aku menyambung tali silaturahmi; beliau memerintahkan agar aku mengatakan yang benar walaupun pahit; beliau memerintahkan agar aku dalam menjalankan agama Allah, tidak takut celaan orang; dan beliau memerintahkan agar aku memperbanyak ucapan, ‘La haula wa la quwwata illa billah’ (tiada daya dan upaya selain karena Allah).” Hadits ini —atau yang semisal— diriwayatkan oleh Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Abu Nu’aim, Al-Baihaqi, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani di dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (no.2166)

Biografi: Bilal Ibn Rabah - Penakluk Ketakutan

Bilal Ibn Rabah, seorang sahabat Rasulullah yang dikenal dulunya sebagai budak belian. Disiksa di padang pasir yang panasnya ibarat api neraka serta di arak keliling kampung karena keimanannya kepada Allah dan Rasulullah. Ketika Allah memerdekakannya melalui Abu Bakar Ash-Shiddiq, Bilal dipilih Rasulullah untuk menjadi muazin. Seseorang yang dahulunya senantiasa menyerukan “Ahad…ahad…!” sejak 13 tahun yang lalu, sementara siksaan terus mendera dan menyiksa tubuhnya. Bilal maju dan menerjang dalam perang pertama pada masa Islam itu, yaitu Perang Badar, yang sebagai semboyannya dititahkan oleh Rasulullah menggunakan ucapan, “Ahad…Ahad…!” Bilal melanjutkan hidupnya bersama Rasulullah dan ikut mengambil bagian dalam semua perjuangan bersenjata pada masa hidupnya. Selepas kepergian Rasulullah ke hadirat Ilahi dalam keadaan ridha dan diridhai, Bilal menemui Abu Bakar untuk menyampaikan keinginannya, “Wahai Khalifah Rasulullah, saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Amal yang p...

Biografi: Ammar Bin Yasir (Seorang Tokoh Penghuni Surga)

               Seandainya ada orang yang dilahirkan di surga dan dibesarkan dalam buaiannya hingga dewasa, lalu dikeluarkan ke dunia sebagai hiasan dan cahayanya, Ammar beserta ibunya Summayah, dan Ayahnya Yasir adalah beberapa orang di antara mereka. Namun, mengapa kita mengatakan “seandainya” dan mengumpakan seperti itu, padahal keluarga Yasir benar-benar penghuni surga?                  Ketika, itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ bersabarlah, wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian adalah surga!” Sabda beliau tersebut bukan hanya sebagai hiburan belaka, melainkan pengakuan atas kenyataan yang bisa dilihat dengan menguatkan fakta. Ayahanda Ammar, Yasir bin Amir mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah di Mekkah. Rupanya ia merasa kerasan dan cocok tinggal...