Langsung ke konten utama

Tips Rumah Aman Terkendali Selama Silaturahmi Idul Fitri

Assalamu'alaykum teman-teman.       Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan.      Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...

Waktu Kita Sudah Cukup Banyak

Panggilan pukul 7
Saya perlu waktu beberapa hari untuk bisa menulis catatan ini dengan kestabilan emosi yang baik. Tidak mau terlalu cengeng, tetapi tidak ingin juga seperti tidak terjadi apa-apa. Dini hari pukul 3 pagi, ponsel berdering dengan lembut. Bukan suara alarm subuh, tetapi panggilan telepon dari Ibu dengan suara bergetar di seberang sana. Saya mencoba menjawab dengan tenang. Akhirnya, suami pun terbangun mendengar suara saya yang agak serius saat berbicara melalui telepon. Dini hari itu, awal dari akhir cerita kebersamaan kami dengan seseorang yang tak jauh, tetapi tak dapat kami jangkau.

Pagi harinya ketika sarapan bersama suami, saya mencoba menjelaskan hal yang Ibu sampaikan lewat telepon, berusaha setenang mungkin menjelaskan walau cukup kalut untuk dijabarkan. Suami juga cukup tenang mendengarkan. Selepas sarapan, suami langsung berangkat kerja sementara merapikan sedikit pekerjaan rumah kemudian istirahat sejenak di tempat tidur. Ponsel kembali berdering dari Ibu, pukul 7 kurang beberapa menit, Ibu berbicara sesuatu yang tak jelas saya mendengarnya hingga beliau mengulang dua kali. Saya mencoba fokus mendengar yang Ibu katakan, tetapi hanya satu kata yang terdengar di belakang, “meninggal.” Saya tak bisa berbicara banyak, hanya sekadar mengingatkan Ibu untuk bersabar dan saya akan ke Jakarta saat itu juga.
Saya mencoba menenangkan diri sambil menelepon suami yang kemungkinan masih berada di perjalanan menuju kantor. Akhirnya, saya putuskan untuk mengirim SMS saja kemudian berkemas. Sejak Ibu menelpon pukul 3 pagi, saya mencoba cek tiket kereta menuju Jakarta dan tersedia pukul 8.00, hanya sekadar ingin tahu saja. Ketika panggilan pukul 7 itu datang, saya pun langsung merapikan beberapa pakaian saya ke dalam koper, suami, dan si bayi (untuk jaga-jaga saja). Qadarullah, taksi yang dipesan via telepon cukup lama merespons hingga tiba pukul 7.25 di depan rumah, jalanan pun cukup padat, hingga akhirnya sampai di stasiun pukul 8.10. Kami menunggu hingga pukul 9.00, cek loket dan ternyata tiket untuk hari itu habis semua. Suami berusaha untuk sewa kendaraan lain hingga akhirnya berhenti melakukan pencarian saat saya mengatakan bahwa ada flek sebelum berangkat ke stasiun. Biasanya flek kehamilan ini disertai rasa sakit, tetapi pagi itu tak ada rasa sakit sama sekali hingga saya cek ke kamar mandi. Ibu dan beberapa saudara saya kabari bahwa saya tak bisa ke sana karena tiket kereta sudah habis semua dan tak mungkin naik pesawat karena usia kehamilan yang menginjak 36 minggu. Mereka in syaa Allah memaklumi, walau rasanya segala cara ingin saya tempuh untuk ke Jakarta.
Melalui whatsapp saya hubungi dokter kandungan untuk mengabarkan kemunculan flek. Di luar dugaan, saya harus segera ke rumah sakit untuk diperiksa dan diambil tindakan kecil untuk mengobati. Ibu baru saya beritahu ketika saya sudah di RS untuk cek ke bidan. Hari itu suami menjadi orang yang paling saya repotkan. Jazaakallahu khairan. Alhamdulillah, dari pemeriksaan bidan saat cek detak jantung Kabay hasilnya bagus, tetapi tetap harus dirujuk ke poli kandungan. Pukul 3 sore saya diperiksa ketika suami kembali ke kantor untuk absen pulang kemudian kembali lagi ke RS ketika saya sedang menunggu giliran mengambil obat. Hasil pemeriksaan Kabay melalui USG juga bagus, hanya saya yang harus “diperbaiki”. Beberapa keping obat menjadi oleh-oleh hari ini bersama hati yang berusaha untuk tenang walau sesak. Saya harus menstabilkan diri karena ada Kabay di dalam perut yang harus dijaga kesehatannya.

Maaf karena waktuku tak lagi banyak
Setahun lalu saat sedang masuk proses ta’aruf dengan suami, Mbah sedang masuk rumah sakit. Saat suami pertama kali ke rumah untuk berkenalan, ia masih mengobrol dengan Mbah yang baru pulih dan akan segera dioperasi. Proses pernikahan ini cukup cepat sehingga masa satu tahun 2015 hanya setengahnya saya habiskan secukupnya bersama Mbah. Kepergian saya ke Semarang bersama suami pada tanggal 7 September 2015 menjadi momen berpisahnya saya dengan Mbah yang biasanya saya ganggu. Terekam raut sedih dengan pesan cukup serius kepada kami. Sebulan pertama menikah, saya  masih sering ke Jakarta untuk mengurus surat-surat kemudian sejak diketahui hamil, saya pun tak lagi ke Jakarta hingga tiga bulan lebih. Percapakan via telepon ke Ibu biasanya disambungkan juga ke Mbah. Mbah selalu tidak sabar saat saya kabarkan akan ke Jakarta, Sekitar dua minggu setelah menikah, saya kabarkan akan ke Jakarta dan saat itu sedang di Bandara Semarang sore hari, Mbah bahkan menunda makan hingga saya dan suami sampai di Jakarta kemudian kami makan bersama padahal waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Begitulah Mbah hingga beberapa kali saya dan suami ke sana, Mbah selalu duduk di depan untuk menunggu kami datang.
Kunjungan saya ke Jakarta hanya sekali setelah hamil 6 bulan lebih. Itu pun karena ada acara pernikahan saudara di Jakarta. Mbah minta saya untuk menginap selama 1 minggu, tetapi qadarullah hanya terlaksana 4 hari. Selama di sana, saya jarang mengobrol dengan Mbah karena ngos-ngosan naik turun tangga. Alhamdulillah, masih bisa menyiapkan sarapan untuk Mbah. Kepulangan saya dan suami disambut kata seadanya dari Mbah. Kami tahu hati ini ingin tinggal lebih lama. Genggaman tangan untuk berpamitan, saya ucapkan kata,”Nanti aku main lagi in syaa Allah kalau duah lahiran. Makan yang bener ya, Mbah.” Tapi tangan Mbah tak juga melepaskan tangan saya hingga saya cium tangannya kedua kali. Saat itu Mbah dalam kondisi sehat hanya saja tidak tersenyum. Mungkin rindu kami masih menumpuk dan terbendung dalam tatapan mata. Maafkan aku karena waktuku tak lagi banyak.
Semuanya kau ingat dengan sempurna
Mbah sudah cukup tua ketika saya diwisuda dan menikah hingga kini sedang hamil. Namun, Mbah selalu ingat tanggal-tanggal penting yang terjadi pada saya. Saat saya akan diwisuda, Mbah yang paling repot cari baju. Mbah ingat kapan saya diwisuda hingga satu tahun kemudian, padahal saya saja lupa tanggalnya. Mbah ingat tanggal ulang tahun saya hingga potong ayam peliharaan untuk makan-makan saat ulang tahun, padahal saya sudah meninggalkan ritual pesta ulang tahun itu. Mbah selalu jadi konsultan sebelum saya menikah. Banyak wejangan yang membuat hati menjadi membumi, tidak muluk-muluk dalam menjalani pernikahan. 

Mbah banyak bercerita tentang masa lalunya yang sulit saat Indonesia masih dijajah. Cerita yang selalu beliau ceritakan berulang kali tanpa berubah sedikitpun. Itu sebabnya saat sekarang bisa hidup enak, Mbah tidak banyak permintaan. Semakin berjalannya waktu, manusia pun kembali ke fase sifat anak-anak. Begitu pula Mbah yang sudah semakin sulit untuk berjalan ke kamar mandi dan melakukan aktivitas lainnya. Kadang Mbah susah untuk makan dan hanya ingin tidur, lalu kami mungkin sempat hilang kesabaran dan menggerutu karena makanan yang disiapkan tak disentuh olehnya. Maafkan kami ya Allah jika sering mengeluh dalam melayani Mbah padahal ia memberikan apa yang telah dimiliki untuk menunaikan kewajibannya sebagai bapak dan kakek.
Setiap detail perjalanan hidup anaknya diingat oleh Beliau dengan baik. Saya menjadi pendengar yang kadang hanya bisa menyabarkan Mbah. Namun, Mbah memang selalu sabar tanpa harus diingatkan, bahkan saat Beliau merasa “sendiri”. Beliau heran mengapa teman-teman seangkatannya sudah banyak yang berpulang, tetapi mengapa beliau belum mendapat giliran. Beliau pernah bercerita tentang mimpi tentang “menunggu giliran” tersebut. Singkat kata Beliau bercerita,”Pokoknya terserah deh kalian mau minta apa, tapi kalau belum waktunya ngga akan bisa. Di situ banyak orang-orang pada ngantri.”
Terlalu sedikit saya berbakti pada Mbah hingga beberapa rencana yang masih “nanti” qadarullah takkan bisa terlaksana. Saya meyakinkan diri bahwa hanya jasad yang terpisah, seperti kata suami yang saat itu mencoba menenangkan saya. Kami masih bisa menolong Mbah melalui doa, mengingatnya dalam kenangan karena sungguh terakhir kami bertemu dalam keadaan yang ins yaa Allah baik dan sehat. Semoga surga menjadi tempat kita bertemu kembali.
Waktu kita sudah cukup banyak
Sepanjang kehidupan saya hingga saat ini, Mbah selalu berada di dalam ceritanya. Mulai dari saya pertama kali masuk kuliah, wisuda, menikah, hingga kini hamil Kabay. Tak ada akhir cerita yang sempurna. Tak perlu menunggu kelahiran Kabay, Mbah in syaa Allah sudah cukup bahagia dengan kehamilan saya ini. Saat sekitar usia kehamilan 3 bulan, Mbah berkata pada Ibu ingin ke Semarang untuk melihat bayi saya. Ibu hanya bilang, “Belum lahir, Mbah. Nanti kalau lahiran ke sana.” Menuju kelahiran Kabay, saya dan Ibu berencana membawa Mbah untuk main ke Semarang naik pesawat, qadarullah Mbah tutup usia sebelum Kabay lahir.
Ternyata waktu kita sudah cukup banyak, terlalu serakah jika saya inginkan yang lebih dari yang Allah gariskan bagi hamba-Nya. Dua puluh lima tahun kebersamaan kami sudah cukup sempurna untuk membuat sebuah kenangan yang penuh bahagia bukan air mata. Cinta itu tetap ada walau tubuh tak lagi berwujud di mata. Sudah cukup bagi Mbah merasakan semua kesulitan yang Beliau rasakan sendiri, hanya beberapa kisah yang Beliau ceritakan pada saya dan saya yakin masih ada cerita hati yang tak tersampaikan. Sudah cukup bagi Mbah 80 tahun lebih berada di dunia, menjadi yang dibutuhkan anak-anak dan cucunya. Sudah cukup bagi Mbah merasakan kesusahan di dunia. Semoga tutup usianya menjadi istirahat bagi setiap kelelahannya di dunia hingga nanti dimasukkan ke dalam surga tanpa merasakan api neraka.
Cinta-Mu tak pernah tertutup walau banyak kesalahan yang kami lakukan, maka lindungilah ia yang mencintaimu walau dalam keterbatasan ilmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Cibubur Naik Apa?

Cibubur, salah satu daerah yang dapat di Jakarta yang mempunyai daya tarik. Sepanjang Jalan Alternatif Cibubur saja pintu masuk perumahan mewah sudah berbaris rapi di kanan dan kiri jalan, contohnya: Cibubur Residence, Raffles Hills, Mahogany, Puri Sriwedari, Kota Wisata, dan Legenda Wisata. Banyaknya perumahan yang menjamur di sana juga membuat sarana vital lainnya mulai bermunculan. Sarana vital tersebut antara lain sekolah milik swasta, rumah sakit, pusat perbelanjaan, restoran berbagai macam rasa dan harga, serta sarana rekreasi seperti Taman Buah Mekarsari yang memang sudah ada sebelumnya dan water park atau kolam renang besar. Sarana tersebut dibuat tidak lain untuk memanjakan para penghuni perumahan tersebut serta warga Jakarta, Cikeas, Cileungsi, dan sekitarnya. Setidaknya mereka tak perlu ke pusat Jakarta untuk sekadar menikmati liburan.                 Banyaknya sarana vital yang berada di Ci...

Cara Mengurus Kartu BPJS-Kesehatan

Bismillahirrahmanirrahim             Tulisan saya kali ini berkaitan dengan salah satu fasilitas pemerintah, yaitu BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). Program ini tentu mendapat banyak tanggapan, terutama dari para dokter di Indonesia. Dear para dokter, mohon maaf jika program ini (dengan segala biaya minimnya untuk berobat) membuat para dokter menghela napas agak panjang. Semoga Allah memberi kebaikan pada kalian.Ini gambar-gambar yang di-upload oleh beberapa follower dr.Ferdiriva, salah satu akun dokter yang saya follow .              Beberapa hari yang lalu, setelah menunda sedikit lama sambil menunggu waktu yang tepat untuk izin kerja, saya berhasil menyelesaikan misi dari Ibu untuk mengurus kartu BPJS Kesehatan (selanjutnya saya sebut BPJS). Beberapa laman di internet saya himpun untuk mencari informasi selengkap-lengkapny...

Jalan-jalan Seru Si Bumil ke Malang

Februari ini menjadi bulan yang seru untuk saya, Kabay, dan suami. Sambil menyelam minum air, sambil suami kerja, istri ngikutin. Kami sekeluarga pindah sementara ke Surabaya karena suami sedang trainning. Hamil enam bulan dan menjadi keluarga kost ternyata seru juga. Hari pertama hijrah ke Surabaya setelah suami berangkat kerja saya pun agak bingung harus apa. Biasanya di rumah segambreng aktivitasnya, sekarang di kost Cuma duduk dan bobo unyu. Istirahat sejenak dari aktivitas istri. Tidak banyak tempat yang kami kunjungi di Surabaya, tetapi ada rencana besar di akhir pekan yaitu jalan-jalan ke Malang. Selama menjadi ibu hamil alias bumil, saya selalu menyesuaikan lama perjalanan dan aktivitas selama di luar rumah dengan alas kaki yang akan dipakai. Berhubung ke Malang merupakan perjalanan cukup jauh, lama, dan menyenangkan, saya memilih pakai sepatu dengan sol yang tidak tinggi. Alasannya, supaya ketika jalan agak lama, kaki si bumil tidak keseleo dan tidak perlu menahan bag...