Assalamu'alaykum teman-teman. Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan. Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...
Bismillahirrahmanirrahim
Tulisan ini merupakan catatan kecil dari hasil kajian yang baru saya selesai catat setelah berkali-kali menunda. Semoga Allah mengampuni saya. Dengarkanlah kajian ini Bagi Aku, Musik itu Halal! Ustadz Dr. Syafiq Reza Basalamah, M.A. setelah itu coba googling tentang pendapat beberapa manusia terkait perkara ini. Musik merupakan salah satu perkara kehidupan yang manusia mencari "kelonggaran" padanya. Jika ada yang berbeda pendapat dan mengharamkannya, maka orang atau kelompok itu dianggap ekstrem. Tidakkah kita bertanya dalam hati, "Apakah yang ia katakan benar?" Di beberapa hasil pencarian di google, beberapa orang menghalalkan, menyimpangkan dalil, bahkan berbicara tanpa dalil dan tafsir yang benar. Subhanallah. Berhati-hatilah dalam berbicara, jangan sampai kita menjadi golongan yang menghalalkan yang haram bahkan berbicara tanpa dalil. Berilmu sebelum berkata dan beramal menjadi hal yang utama. Jika tak ada keraguan terhadap dalil, hadits, dan isi kitab yang dibacakan oleh ustadz Syafiq dan kita belum bisa taat pada Allah, janganlah ditinggalkan semuanya.
Dari kajian tersebut ada pertanyaan, bagaimana mungkin kita menghalalkan sesuatu yang empat mahzab sudah mengharamkan? Keempat mahzab itu adalah Abu Hanifah, Imam Malik bin An-nas, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad. Lalu, siapa yang menghalalkan? Adalah Ibn Hazm, ulama yang lahir pada 384 H dan wafat pada 456 H yang menyebutkan bahwa semua hadits yang telah ada tentang musik statusnya palsu. Ibn Hazm lahir setelah 143 tahun imam terakhir, Imam Ahmad, wafat pada 241 H. Ibn Hazm adalah sosok ulama senior. Beliau merupakan ulama ilmu pokok permasalahan fiqih dan banyak kitab yang telah beliau tulis. Akan tetapi, jika ada banyak imam yang mengatakan tentang suatu fatwa dan berbeda pendapat, siapakah yang harus kita ikuti? Pesan ustadz Syafiq, "Di antara para imam, mana imam yang paling berilmu terkait masalah yang dibicarakan,". Para ulama yang kini menghalalkan musik, pangkal dalilnya adalah Ibn Hazm.
“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].
Akan tetapi, tahukah kita ada alat musik yang diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Duff atau rebana tanpa krincingan (apalah itu namanya yang ada di samping-sampingnya) diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan catatan hanya dipergunakan saat pernikahan dan hari raya. Mengenai duff diterangkan dalam hadits shahihain (Bukhari-Muslim) pada kisah dua budak wanita yang memukul duff di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas ketika itu Abu Bakr datang dan bersikap keras, “Apakah alat musik setan di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Biar mereka berdua wahai Abu Bakr. Sesungguhnya setiap umat memiliki hari raya. Dan sekarang adalah hari raya kita umat Islam.” Dalam hadits ini, jelas Abu Bakr menganggap duff sebagai alat musik setan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membenarkannya dengan mendiamkannya.1
Pada sesi tanya jawab, hukum lagu atau syair menjadi hal yang diperbincangkan. Tentu perlu kajian tersendiri tentang hukum lagu karena lagu merujuk pada syair, sedangkan musik pada irama yang dihasilkan oleh alat-alat musik. Imam Ahmad ibn Hambal ketika ada yang bertanya tentang hukum syair yang disampaikan kepadanya, ia meminta orang tersebut untuk mengulang syairnya. Setelah itu, Imam Ahmad ibn Hambal masuk ke dalam rumah, mengulang syair tersebut dengan pelan sambil menangis. Isi syair tersebut kurang lebih seperti ini, "Ketika Rabb-ku berkata padaku, 'kau tidak malu berbuat maksiat di hadapan-Ku? kau tidak malu berbuat dosa di hadapan-Ku dan kau sembunyikan dosamu dari ciptaan-Ku? dan kau datang padaku dengan dosamu.'"
Bagaimana tentang nasyid? Apabila isinya baik maka tidak apa-apa, tetapi tidak boleh untuk ibadah kepada Allah ta'ala. Selain itu, semua yang membangkitkan syahwat, maka hukumnya menjadi haram. Secara umum diperbolehkan syair yang tidak ada unsur kemaksiatan, kesyirikan, dan pemujaan.
Dari Ibn Abbas: "Lagu itu mantra-mantra menuju zina."
Dari Ibn Hazm: "Semua yang melalaikan itu haram."
Berhati-hatilah dalam mengambil dalil, pastikan bahwa dalil yang kita yakini untuk diikuti adalah dalil yang shahih, bukan dari penafsiran sendiri yang masih kurang ilmu atau orang yang bukan kapasitasnya dalam menafsirkan. Lebih lengkapnya, silakan untuk mendengarkan kajian dari tautan yang saya cantumkan di atas. Semoga bermanfaat dan semoga Allah berikan hidayah-Nya pada kita. aamiin.
Wallahu a'lam bishowab
Tulisan ini merupakan catatan kecil dari hasil kajian yang baru saya selesai catat setelah berkali-kali menunda. Semoga Allah mengampuni saya. Dengarkanlah kajian ini Bagi Aku, Musik itu Halal! Ustadz Dr. Syafiq Reza Basalamah, M.A. setelah itu coba googling tentang pendapat beberapa manusia terkait perkara ini. Musik merupakan salah satu perkara kehidupan yang manusia mencari "kelonggaran" padanya. Jika ada yang berbeda pendapat dan mengharamkannya, maka orang atau kelompok itu dianggap ekstrem. Tidakkah kita bertanya dalam hati, "Apakah yang ia katakan benar?" Di beberapa hasil pencarian di google, beberapa orang menghalalkan, menyimpangkan dalil, bahkan berbicara tanpa dalil dan tafsir yang benar. Subhanallah. Berhati-hatilah dalam berbicara, jangan sampai kita menjadi golongan yang menghalalkan yang haram bahkan berbicara tanpa dalil. Berilmu sebelum berkata dan beramal menjadi hal yang utama. Jika tak ada keraguan terhadap dalil, hadits, dan isi kitab yang dibacakan oleh ustadz Syafiq dan kita belum bisa taat pada Allah, janganlah ditinggalkan semuanya.
Dari kajian tersebut ada pertanyaan, bagaimana mungkin kita menghalalkan sesuatu yang empat mahzab sudah mengharamkan? Keempat mahzab itu adalah Abu Hanifah, Imam Malik bin An-nas, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad. Lalu, siapa yang menghalalkan? Adalah Ibn Hazm, ulama yang lahir pada 384 H dan wafat pada 456 H yang menyebutkan bahwa semua hadits yang telah ada tentang musik statusnya palsu. Ibn Hazm lahir setelah 143 tahun imam terakhir, Imam Ahmad, wafat pada 241 H. Ibn Hazm adalah sosok ulama senior. Beliau merupakan ulama ilmu pokok permasalahan fiqih dan banyak kitab yang telah beliau tulis. Akan tetapi, jika ada banyak imam yang mengatakan tentang suatu fatwa dan berbeda pendapat, siapakah yang harus kita ikuti? Pesan ustadz Syafiq, "Di antara para imam, mana imam yang paling berilmu terkait masalah yang dibicarakan,". Para ulama yang kini menghalalkan musik, pangkal dalilnya adalah Ibn Hazm.
“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].
Akan tetapi, tahukah kita ada alat musik yang diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Duff atau rebana tanpa krincingan (apalah itu namanya yang ada di samping-sampingnya) diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan catatan hanya dipergunakan saat pernikahan dan hari raya. Mengenai duff diterangkan dalam hadits shahihain (Bukhari-Muslim) pada kisah dua budak wanita yang memukul duff di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas ketika itu Abu Bakr datang dan bersikap keras, “Apakah alat musik setan di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Biar mereka berdua wahai Abu Bakr. Sesungguhnya setiap umat memiliki hari raya. Dan sekarang adalah hari raya kita umat Islam.” Dalam hadits ini, jelas Abu Bakr menganggap duff sebagai alat musik setan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membenarkannya dengan mendiamkannya.1
Pada sesi tanya jawab, hukum lagu atau syair menjadi hal yang diperbincangkan. Tentu perlu kajian tersendiri tentang hukum lagu karena lagu merujuk pada syair, sedangkan musik pada irama yang dihasilkan oleh alat-alat musik. Imam Ahmad ibn Hambal ketika ada yang bertanya tentang hukum syair yang disampaikan kepadanya, ia meminta orang tersebut untuk mengulang syairnya. Setelah itu, Imam Ahmad ibn Hambal masuk ke dalam rumah, mengulang syair tersebut dengan pelan sambil menangis. Isi syair tersebut kurang lebih seperti ini, "Ketika Rabb-ku berkata padaku, 'kau tidak malu berbuat maksiat di hadapan-Ku? kau tidak malu berbuat dosa di hadapan-Ku dan kau sembunyikan dosamu dari ciptaan-Ku? dan kau datang padaku dengan dosamu.'"
Bagaimana tentang nasyid? Apabila isinya baik maka tidak apa-apa, tetapi tidak boleh untuk ibadah kepada Allah ta'ala. Selain itu, semua yang membangkitkan syahwat, maka hukumnya menjadi haram. Secara umum diperbolehkan syair yang tidak ada unsur kemaksiatan, kesyirikan, dan pemujaan.
Dari Ibn Abbas: "Lagu itu mantra-mantra menuju zina."
Dari Ibn Hazm: "Semua yang melalaikan itu haram."
Berhati-hatilah dalam mengambil dalil, pastikan bahwa dalil yang kita yakini untuk diikuti adalah dalil yang shahih, bukan dari penafsiran sendiri yang masih kurang ilmu atau orang yang bukan kapasitasnya dalam menafsirkan. Lebih lengkapnya, silakan untuk mendengarkan kajian dari tautan yang saya cantumkan di atas. Semoga bermanfaat dan semoga Allah berikan hidayah-Nya pada kita. aamiin.
Wallahu a'lam bishowab
Komentar