Assalamu'alaykum teman-teman. Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan. Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...
Bangka
sebenarnya menjadi pilihan kedua tempat liburan ketika tiket pesawat ke
Singapore yang sering murah belum sempat terbeli. Ide pergi ke Bangka ini pun
muncul dari Ibu saya yang memiliki teman sekantor dulu yang tinggal di Bangka.
Malam itu niat ke Singapore saya batalkan karena teman ibu menyanggupi menjadi
pemandu wisata bagi kami jika jadi datang ke sana.
Persiapan perjalanan dimulai dari
Januari untuk rencana di bulan April. Terlalu lama? Tidak juga menurut saya,
karena saya harus menabung satu per satu komponen untuk pergi ke sana. Kenapa
di bulan April? Pertama, ini adalah bulan kelahiran saya dan Ibu, maka saya
menganggap ini bulan yang tepat untuk pergi sebentar dari Jakarta yang padat.
Kedua, hari libur nasional di tanggal 18 April yang jatuh pada Jumat ini
memudahkan pekerjaan Ibu karena tidak harus izin tidak bekerja, cukup saya saja
yang izin tidak bekerja. Ketiga, Melalui proses yang panjang dan memikirkan
tiap langkah persiapan, maka menurut perhitungan target saya , insya Allah
semua sudah siap di bulan tersebut. Keempat, bulan April ternyata bulan yang
cuacanya lebih stabil di Bangka sana. Saya juga baru tau hal tersebut setelah
membaca beberapa blog. Kelima, karena niatnya ingin membiayai semua perjalanan
ini, maka dibutuhkan waktu agak lama untuk menabung. Ini perjalanan dalam
rangka Birrul Walidain (berbuat baik
pada orang tua) sehingga saya ingin Ibu hanya duduk manis dan menikmati
semuanya. Semoga Allah perkenankan niat
baik ini. Ucapku dengan memohon pada Sang Pemilik Alam.
Atas pertimbangan tersebut, maka
saya siapkan amunisi dan target yang harus dicapai setiap bulan. Semua daftar kebutuhan perjalanan dicatat
dengan matang dan tidak boleh ada yang terlewat. Cek tiket pesawat yang promo,
hotel, dan mengumpulkan uang jajan selama di sana. Dalam perjalanan ini, saya
menyelipkan satu misi juga. Misi itu adalah saya ingin merasakan naik Damri ke
bandara. Kenapa? Karena selama ini saya beberapa kali ngambilin sinyal wifi bus tersebut ketika bis saya berada di dekat
bus Damri. Hehehe maaf ya. Googling sana-sini pun dilakukan tiap hari.
Sekali-kali mengintip keindahan, kekhasan, dan kehidupan di Bangka dari Om Google. Selama itu pun saya mencatat makanan yang harus saya coba selama di sana. Persiapan panjang itu hingga membuat
saya bermimpi sudah sampai di sana.
Januari, pencarian tiket untuk pulang
sudah ditemukan. Alhamdulillah! Allah lancarkan pencarian ini dengan tiket
promo Pangkalpinang- Jakarta Garuda Indonesia dengan harga kurang dari 1juta
untuk dua orang. Agak panik melihat promo tersebut karena di situs
traveloka.com tidak ada harga promo yang muncul. Akhirnya, meminta tolong kakak
sepupu saya untuk membelikan menggunakan salah satu layanan sebuah bank. Ah,
Allah memang baik! Kakak sepupu saya menyanggupi dan ia urus semua, setelah ia selesai
booking (saya masih dalam perjalanan
di angkot menuju Cawang dari Cibubur) maka ia katakan harus segera dibayar
hingga waktu yang ditentukan. Jadilah saya setelah sampai di Cawang mampir
sebentar ke rumah sakit di sana untuk meminjam mesin ATM untuk mentransfer
sejumlah uang ke rekening kakak sepupu saya. Selesai mentransfer dan ia pun
telah menyelesaikan proses pemesanan tiket, e-mail
beruntut yang berisi konfirmasi
pembayaran, e-tiket, dan bukti pemesanan masuk ke e-mail saya dengan manisnya.
Alhamdulillah.
Sesampainya di rumah, saya langsung
mengabari Ibu bahwa kami akan pergi ke Bangka dan pulang di tanggal 19 April
2014. Ibu langsung menelepon temannya di sana untuk bersiap-siap dengan
serangan kedatangan kami. Teman ibu sepertinya senang karena ibu antusias saat
berbicara di telepon. Ibu tampak senang tapi juga masih ragu karena saya baru
membeli tiket pulang. Teman-teman pun merasa heran kenapa saya membeli tiket
kepulangan terlebih dahulu, bukan tiket keberangkatan. “Gimana mau pulang kalo
ngga berangkat?” kata teman-teman saya. Iya juga ya! Saya timpali dengan
tertawa saja. Toh, Allah selalu baik dengan niat baik hamba-Nya.
Februari, mulai mencari hotel yang
cocok di sana. Inginnya bagus, tetapi tidak terlalu mahal. Perjalanan ini untuk
Ibu dan beribadah pada Allah, jadi harus maksimal dan member yang terbaik yang
saya mampu. Sempat ada hotel pinggir laut yang membuat saya terkesima, tetapi
karena harganya cukup wow maka saya
urungkan niat. Di akhir bulan Februari, salah satu hotel yang cukup bagus
memberikan promo yang lumayan terjangkau. Akhirnya, saya pesan di sana. Aston
Soll Marina and Conference. Beberapa bulan dan minggu sebelum keberangkatan,
teman ibu dan temannya teman saya memberi tahu bahwa hotel itu dekat dengan
bandara, tetapi sepi dan jauh dari tempat wisata. Kondisi ini sudah saya
ketahui dari beberapa ulasan di tripadvisor.co.id dan agoda.com. saya tidak
masalah karena saya ingin berlibur dan butuh tempat yang tenang. Jika
masalahnya dengan jarak yang jauh dari pusat kota jika berjalan kaki, kan ada
mobil. Hehehe. Pada bulan itu, sebagian
penghasilan saya disimpan untuk membeli tiket pesawat kepulangan. Namun, belum
ada tiket promo. Malah tiket semakin melambung tinggi harganya hingga ambang
Rp800.000 per tiket.
Bulan Maret, perburuan tiket pesawat
untuk kepulangan masih dalam proses. Bulan Maret juga menjadi target bulan
penyimpanan uang untuk membayar hotel dan sewa mobil di bulan April nanti. Lagi-lagi,
saya bolak-balik cek tiket di traveloka.com ataupun tiket.com hingga ikut
berlangganan pembaharuan harga tiket Jakarta-Pangkalpinang. Doa saya, kalau
dapat promo tiket Garuda lagi ya alhamdulillah, kalau tidak maka saya berharap
yang terbaik saja. Saya ingin merasakan naik pesawat yang lain juga. Jadi,
tidak apa-apa kalau tidak mendapat GA lagi. Sejak perjalanan Jakarta-Yogyakarta
dengan GA dulu, saya sudah jatuh hati dengan maskapai yang menyandang gelar Best Economy Class dari Skytrax ini. Setiap
hari menjadi hari penantian doa dikabul. Suatu pagi, setelah sholat Subuh,
berdoa, dan Maret hampir beranjak pergi, saya buka situs pencarian tiket
terpadu tersebut. Sambil loading saya
membaca basmallah dan Alhamdulillah ada tiket promo dari Sriwijaya Air. Ucapan
syukur tak hentinya terucap di dalam hati saya. Bergegas saya berangkat ke
kantor dan melakukan pemesanan tiket tersebut dari kantor dan membayaranya dari
ATM di dekatnya. Alhamdulillah, Allah memang Maha Penolong. Teman-teman yang
mengetahui saya sudah mendapatkan tiket berangkat menjadi sorak-sorai. Mereka
ikut senang karena temannya bisa berangkat juga. Hehehe.
Bulan April, it’s the time! Ada kejutan. Teman memberi kabar di grup whatsapp bahwa ada salah satu penerbit yang membutuhkan tenaga freelancer untuk mengedit soal. Wah, ada hadiah lagi nih dari Allah. Pikirku
saat itu. Segera kukirim cv melalui e-mail. Hari H batas akhir pengiriman cv,
temannya memberi tahu bahwa belum ada cv yang masuk. Nah lho! Saya kembali cek e-mail dari hp, ternyata benar. E-mail
saya gagal terkirim karena salah alamat penerima. Saya cek lagi e-mailnya dan
mengirim ulang. Alhamdulillah terkirim. Saya tanya ke teman-teman yang kemarin
ingin mengirim juga, ternyata qadarullah
mereka belum ada waktu untuk mengirim karena kondisi yang berada di luar rumah.
Ada yang sudah mengirim, tetapi saat diberi tes untuk mengedit dan editannya
dikirim ulang hingga tanggal yang ditentukan malah ada yang belum sempat
mengedit. Alhamdulillah, proyek freelance
ini jatuh ke tangan saya.
Ternyata kontrak freelance itu bukan hanya hadiah, tetapi
juga ujian bagi saya. Padatnya jam mengajar dan cukup malamnya jam pulang saya
sampai di rumah membuaat saya harus mengubah jam kerja freelance ini. Akhirnya, saya memutuskan untuk membawa laptop ke
kantor sehingga saya bisa mengedit sampai jam masuk mengajar. Soal yang harus
saya edit sebanyak 121 soal dan harus selesai dalam waktu 14 hari, tepat pada
tanggal saya berulang tahun, 4 April. Oke, saya dikejar deadline. Bekerja lebih banyak dan tetap konsentrasi menjadi
rutinitas saya selama 2 minggu itu. Lumayan uangnya bisa untuk tambahan. Tepat
3 hari sebelum milad saya, tugas editan sudah selesai dan dikirim lewat
e-mail. Proses konfirmasi dan segala
macam alur sesuai kontrak dilakukan sesuai batas waktunya. Selama itu, saya deg-degan
menanti pencairan upah hasil editan dan saya juga terbuai menggunakan gaji
bulanan mengajar yang sudah disimpan untuk jajan di sana dialihkan untuk jajan
saya di sini. Hasilnya, sampai batas waktu h-1 sebelum keberangkatan, saya ikhlaskan
doanya. Terserah Allah aja baiknya gimana,
kalau memang tidak cair sekarang lebih
baik, maka lakukanlah. Aku berlindung dari segala doa yang tidak kuketahui
akibatnya. Saya pun juga memasang pengingat di handphone mulai awal bulan
April bahwa saya ada rencana pergi ke Pangkalpinang, khawatir lupa kalau ada
jadwal bepergian. Hehehe.
Jumat, 18 April 2014. Waktunya untuk
pergi telah tiba. Mulai pagi setelah sholat Subuh, saya dan Ibu menyiapkan
segala barang yang akan dibawa. Ibu agak repot, Beliau membawa tambahan
jajanan. Hal itu membuat saya flashback
ketika SD dan mau piknik selalu membawa makanan banyak. Sekarang Ibu juga masih
seperti itu, ritual ini seperti hal wajib dalam tiap perjalanan, baik
perjalanan lama atau sebentar. Jadilah 1 tas goodie bag berisi makanan dan sarapan. Selebihnya, saya hanya
membawa tas punggung yang biasa saya pakai ke kantor, sementara baju saya dan
ibu disimpan dalam 1 koper. Ibu membawa tas tangan untuk menyimpan
barang-barang kecil seperti handphone dan lain-lain. Berangkat dari rumah membaca
basmallah. Saya mengingatkan pada ibu, “Aku ngga
janji bisa bawa Ibu pulang dengan selamat sampai di rumah lagi. Jadi, ibu juga berdoa
ya sama Allah semoga semuanya lancar,” Ibu manggut-manggut sambil senyum. Perjalanan
kami awali dengan naik bajaj dari depan gang menuju Terminal Damri di
Kemayoran. Sesampainya di tempat itu, saya takjub (agak lebay) karena bus yang selama ini saya lihat sekilas sepintas
kini bisa saya naiki. Seru! Tutorial naik bus Damri yang saya dapat dari teman
kantor membuat saya sedikit memiliki gambaran di dalam bus itu. Katanya, “Nanti
kopernya ditaro di dalam aja. Pas masuk
langsung ada kayak keranjang buat naro
koper. Abis itu duduk di bangku deket situ aja.” Ternyata ini toh bis yang tiap hari gue liatin dari luarnya aja.
Perjalanan ini menyenangkan. Ini perjalanan
kasih sayang. Momen yang jarang kami miliki untuk pergi berdua dengan jarak
tempuh yang jauh, ke luar Pulau Jawa serta perjalanan yang saya rencanakan sendiri. Mungkin kalau
orang yang baru nikah akan mengatakan ini honeymoon.
Untuk saya, perjalanan ini rihlah.
Kami saling bercerita selama di dalam bus. Jalan tol arah bandara Alhamdulillah
lancar. Kami memasuki area bandara pukul 8.00. Ibu agak panik karena bingung
turun di terminal mana, khawatir kelewat. Namanya juga ibu-ibu. Saya tetap
tenang menjelaskan pada Ibu bahwa kami akan turun di terminal 1B. Setelah
turun, Ibu sibuk menanyakan tiket yang
sepanjang jalan dari masih di rumah sampai turun bus selalu Beliau tanyakan.
Lucu juga ya kalau melihat Ibu lagi grogi gini. Tiket saya keluarkan, kami
berbaris mengantre masuk untuk check in.
Koper sudah diberi nomer bagasi. Kami jalan untuk masuk ke arah terminal B7. Kami
lagi-lagi mengantre untuk membayar airport
tax sebesar Rp40.000/orang. Ibu kaget. “Mahal juga,” katanya. Maklum saja,
Ibu biasanya kalau pergi cuma ke Bali dan diurus semuanya dari travel agent di kantornya. Dari antrean ke antrean, akhirnya kami sampai
dan duduk manis di terminal B7 Sriwijaya Air. Setelah mendapat kursi untuk
menunggu yang mengahadap televisi, Ibu mengeluarkan bekal sarapan kami, nasi
uduk yang sudah diganti tempat dengan Tupperware
berwarna hitam. Sarapan bersama Ibu sangat menyenangkan. Jadwal boarding pukul 9.10, jadwal flight pukul 9.50. Masih ada waktu
sekitar 1 .30 menit. Akhirnya saya pamit untuk sholat Dhuha. Sementara Ibu asyik
nyemilin sarapannya.
Pukul 9.50 wib yang seharusnya sudah
saatnya flight ternyata baru ada
panggilan untuk masuk pesawat. Belum lagi ternyata daftar take off pesawat cukup panjang. Hampir 15 menit lebih menunggu
giliran pesawat ini take off.
Perjalanan cukup terasa lami bagi saya, tetapi pemandangan laut Sumatra dan
Jawa benar-benar mengharubirukan hati saya. Cuaca yang cukup cerah, sedikit
awan, membuat saya dapat melihat pemandangan di bawah sana. Laut biru dan
taburan air berwarna hijau di sekeliling pulau-pulau kecil membuat saya kagum.
Subhanallah, Allah yang atur semua ini dengan rapi. Gumpalan awan yang berada
di posisi yang berbeda-beda, laut biru, langit biru. Memasuki daerah Pulau Sumatra
cuaca memburuk dan terjadi turbulensi.
Hal tersebut cukup lama terjadi. Di dalam hati saya berbicara, “Kalau guncangannya karena jalan Ciangsana
yang rusak sih ngga apa-apa, wong kendaraannya napak di tanah. Tapi inii? Pesawat!
Ngga napak tanah. Allah, lancarkan perjalanan ini.” Ibarat habis gelap
terbitlah terang, benar saja, setelah itu saya kembali melihat hamparan laut
yang biru.
Bandara Depati Amir Pangkalpinang
tidak terlalu besar, jadi saya pikir pilot harus jago ngepot. Hal ini terasa sekali saat setelah landing dan pesawat berbelok 180 derajat di lintasan yang sama.
Canggih! (lebih ke serem sih). Pesawat telah parkir di landasan. Penumpang di
dalamnya sudah mengambil barang dari bagasi kabin. Akan tetapi, kami harus
menunggu beberapa menit, yang bukain pintu pesawatnya belum ada. Nyaaah.
Beberapa saat kemudian barulah kami keluar dari pesawat. Pramugari berjejer
rapi di dekat pintu untuk menyampaikan ucapan terima kasih. Kami masuk ke dalam
bandara Depati Amir dan mengambil koper. Ibu izin ke toilet, sementara saya jalan
sendiri mencari koper diantrian bagasi Sriwijaya. Bandaranya tidak terlalu besar
dan toiletnya juga kurang bersih serta kecil. Jadi, antreannya menumpuk. Kami
keluar dari Bandara pukul 11.40an, tidak ada perbedaan waktu dengan Jakarta.
Sekarang, kami tinggal menunggu jemputan dari hotel yang sudah menelepon saya
tadi ketika akan keluar bandara. Sepertinya bandara sedang ramai sehingga saya
harus menunggu sekitar 10 menit di luar bandara untuk menunggu kedatangan mobil
dari hotel.
Bandara sebelum direnovasi |
Teman Ibu menelepon dan mengabarkan
bahwa ia sudah sampai di hotel dengan anaknya. Rencananya diubah. Ia datang
lebih awal daripada kami. Sesampainya di hotel, kami bersapa riang. Selanjutnya,
saya urus kamar dengan menunjukkan bukti
pemesanan kamar. Setelah mendapat kunci, kami bergegas ke kamar. Saya memesan
Deluxe Room dan diberi kunci kamar 305 dengan pemandangan kolam renang dan
bukit. Sangat indah! Setelah bersih-bersih dan istirahat sebentar, kami
berangkat dari hotel untuk bepergian.
Menurut saya, Pangkalpinang ini unik. Di saat saya biasa melihat keramaian jalanan Jakarta di hari libur, di sini keadaan malah sebaliknya. Jalanan sepi, warung dan toko banyak yang tutup walau di pinggir jalan. Aktivitas bekerja dalam hal berdagang banyak yang diliburkan. Satu hal yang cukup membuat aneh dan agak kesal adalah tentang kesepakatan pejalan kaki dengan kendaraan. Sepengetahuan saya, seluruh orang di dunia ini sepakat jika ada pejalan kaki merentangkan tangan tanda meminta giliran jalan, maka kendaraan akan berhenti atau memperlambat lajunya. Namun, ini tidak berlaku di Pangkalpinang. Lampu merah di sini tidak banyak sehingga sulit untuk menghentingkan kendaraan yang berkecepatan luamayan tinggi di jalanan ramai. Setelah saya tanya hal tersebut pada teman Ibu, ia mengatakan,"Kata mereka, salah sendiri nyebrang ngga di tempatnya, di zebra cross deket lampu merah." Padahal, lampu merah cukup jauh dari situ. Teganya. Tujuan pertama kami semua adalah makan siang yang
ternyata kesorean. Keterlambatan makan dan rasa makanan yang cukup menusuk di
perut ternyata menjadi awal terciptanya gas berlebih di perut. Alhamdulillah
bawa obat walau tetap meringis.
Rumah makan Asui yang saya datangi untuk makan ini menjadi favorit wisatawan.
Makanan lautnya dari hewan laut yang masih segar, sambalnya pun berbeda.
Setelah selesai makan pukul 14.30, kami melanjutkan perjalanan ke Sungailiat,
salah satu daerah di Pulau Bangka yang jadi surganya pantai. Sebelum ke
pantai, kami sempatkan main ke rumah teman Ibu yang berada di dekat sana. Mag yang kambuh mulai dirasa ketika saya
berada di sana. Padahal di sana, Ibunya teman Ibu saya menyiapkan Mie Koba yang
enaknya mantap. Namun, saya harus hati-hati karena status perut sudah siaga 2.
Mie Koba buatannya terdiri atas mie kuning dengan kuah seperti kuah pempek tapi
ditambah dengan serpihan daging ikan tenggiri yang sebelumnya direbus matang
dan ditumbuk halus.
Perjalanan selepas Ashar ini
dilanjutkan menuju Pantai Tanjung Pesona. Mengapa ke Tanjung Pesona? Pertama,
tujuan utama ke Pantai Matras batal karena di sana sedang ada pertandingan
sehingga pasti ramai. Kedua, Tanjung Pesona salah satu pantai yang angle fotonya di internet Cuma itu-itu
saja sehingga saya tertarik untuk melihat lebih luasnya. Perjalanan menuju ke
sana tidak terlalu lama, akses jalan lumayan bagus. Sedihnya, sampai di Pantai
itu sinyal hilang blesss. Apa
kabarnya kalau saya jadi menginap di sekitar pantai? Ibu takjub melihat laut
biru yang terhampar luas sejak kami masuk mencari parkir mobil. “Wuih, lautnya
biru, Mba!” , “Iya, bagus, Bu!” sahut saya menimpali. Laut biru yang membentang
bersama langit biru membuat suasana menjadi teduh. Saya dan Ibu berjalan
sedikit agak jauh untuk berfoto di batu-batu yang ditata indah oleh Sang
Penguasa Bumi dan langit. Mengobrol bersama Ibu lagi, kemudian foto-foto lagi.
Saya sempat menanti sunset, tapi saya lupa bahwa Pantai
Tanjung Pesona “tidak mendapat” suasana sunset.
Langit meredup dengan cantiknya ditemani segaris warna merah jambu di antara air laut dan langit. Sungguh Allah Mahabesar. Perlahan langkah kaki kami menuju mobil ditutup dengan hujan ringan di perjalanan pulang
kami selama di mobil. Anehnya, awan hitam menggumpal di bagian tertentu saja, selepas kami membelokkan arah mobil ke kota, hujan pun hilang begitu saja. Namun, saya masih bisa melihat gumpalan awan hitam dan kilat dari langit yang merangkak gelap. Mag saya semakin minta diperhatikan, jadilah saya menyantap obat kecil
nan pahit dan tertidur. Saya dibangunkan ketika kami sampai di martabak Acau
89. Martabak ini saya ketahui saat menonton Indonesia
Bagus di salah satu stasiun televisi swasta. Saya membeli martabak isi
wijen 1 kotak.
Sesampainya di hotel saya masih belum mampu menyantap martabak
sepenuhnya karena mag masih bergejolak. Selepas sholat Isya, saya dan ibu turun
untuk makan malam di hotel. Makanannya enak. Namun, makanan enak terasa mubazir
jika perut yang menampungnya sedang tidak enak. Saya makan sapi lada hitam
dengan minum air mineral dan Ibu hanya minum banana smoothie. Omong-omong, ini adalah pengalaman minum air mineral termahal bagi saya. Satu botol air mineral yang bentuknya seperti botol anggur diberi harga nyaris Rp40.000. Setaraf dengan harga minuman Ibu atau soda lainnya. Makan malam kami ditemani sinar rembulan dan
bintang kecil yang cantik. Satu bintang berwarna merah menutup malam romantis
kebersamaan anak dan Ibu di Pulau Bangka ini.
Sabtu, 19 April 2014, pagi hari
selepas sholat Subuh saya baru memakan martabak tadi malam. Masih enak dan
tetap lembut. Cuma isi wijen tapi nikmatnya luar biasa. Alhamdulillah perut
sudah berstatus normal. Kami turun ke lantai utama untuk sarapan pada pukul
8.00. Saya menyantap beberapa pancake
dengan siraman sirup maple. Sementara
Ibu apa saja dicoba. Mulai dari lasagna hingga bubur dengan porsi yang sedikit.
Saya melanjutkan nyemil koko crunch dengan susu sapi segar yang terhidang di
meja prasmanan. Selepas makan, kami melanjutkan untuk turun ke area taman dan
kolam renang.
Lelah berjalan-jalan kemudian kami melanjutkan untuk naik ke
kamar dan menonton televisi serta melanjutkan makan cemilan yang ada. Pukul
10.00 kami berkemas untuk check out
setelah dijemput oleh temannya Ibu. Kami berkeliling kota Pangkalpinang. Hari itu
penuh dengan acara makan contohnya: destinasi pertama ke tempat minum es kacang
merah yang lezat yummy (dasar saya yang jarang minum es ini aja), lanjut ke
makan bakso (ini makanan yang relatif aman untuk perut saya, kapok makan seafood juga), sholat Dzuhur di masjid
besar, beli otak-otak Amui dengan sambal ala Bangka, kemudian pesan martabak
untuk diambil jam 14.30. Benar-benar jatuh cinta dengan kota ini -dan
martabaknya-.
Kami juga berkunjung ke Museum Timah Indonesia di sana. Di sana terdapat penjelasan melalui tulisan maupun gambar replika kapal timah tentang cara mengambil timah di darat maupun di laut. Menurut saya, tambang ini benar-benar mengeruk isi perut laut dan darat Indonesia. Bila kita lihat dari pesawat pun saat akan landing ataupun take off pun terlihat banyak tanah cokelat besar tak berpenghuni. Tanah-tanah tersebut dahulunya ada bekas galian timah yang sekarang ditinggalkan karena proyeknya telah selesai. Semoga Indonesia dapat mencintai dan menjaga alamnya.
Sambil menunggu pukul 14.30, kami membeli oleh-oleh di Bangka Traditional Snack (BTS). Tempat ini istilahnya all in one. Dari baju hingga makanan ada di satu tempat. Saya mengambil paket hemat untuk oleh-oleh. Alasannya, malas berlama-lama memilih makanan yang tidak saya mengerti rasanya. Saya memilih madu manis disbanding madu pahit untuk oleh-oleh. Kalau madu pahit nanti bingung cara bikin manisnya, kalau madu manis kan sudah manis jadi tinggal santap (ternyata orang-orang di rumah ngga percaya kalau ada madu pahit. Haiish tahu gitu dibeli juga madu pahitnya). Setelah packing oleh-oleh di tokonya sudah selesai, kami lanjut ke Pantai Pasir Padi. Pantai ini tidak jauh dari pusat kota. Saya ke sana ketika air sedang surut hingga kami bisa berjalan sampai batas pemecah ombak di tengah laut. Pantai tersebut landai,sepi, masih terlihat bangunan tradisional seadanya, dan bersih.
Kami juga berkunjung ke Museum Timah Indonesia di sana. Di sana terdapat penjelasan melalui tulisan maupun gambar replika kapal timah tentang cara mengambil timah di darat maupun di laut. Menurut saya, tambang ini benar-benar mengeruk isi perut laut dan darat Indonesia. Bila kita lihat dari pesawat pun saat akan landing ataupun take off pun terlihat banyak tanah cokelat besar tak berpenghuni. Tanah-tanah tersebut dahulunya ada bekas galian timah yang sekarang ditinggalkan karena proyeknya telah selesai. Semoga Indonesia dapat mencintai dan menjaga alamnya.
Sambil menunggu pukul 14.30, kami membeli oleh-oleh di Bangka Traditional Snack (BTS). Tempat ini istilahnya all in one. Dari baju hingga makanan ada di satu tempat. Saya mengambil paket hemat untuk oleh-oleh. Alasannya, malas berlama-lama memilih makanan yang tidak saya mengerti rasanya. Saya memilih madu manis disbanding madu pahit untuk oleh-oleh. Kalau madu pahit nanti bingung cara bikin manisnya, kalau madu manis kan sudah manis jadi tinggal santap (ternyata orang-orang di rumah ngga percaya kalau ada madu pahit. Haiish tahu gitu dibeli juga madu pahitnya). Setelah packing oleh-oleh di tokonya sudah selesai, kami lanjut ke Pantai Pasir Padi. Pantai ini tidak jauh dari pusat kota. Saya ke sana ketika air sedang surut hingga kami bisa berjalan sampai batas pemecah ombak di tengah laut. Pantai tersebut landai,sepi, masih terlihat bangunan tradisional seadanya, dan bersih.
Bersiap pulang. Jam tangan
menunjukkan pukul 14.00, kami melanjutkan perjalanan ke tempat martabak semalam
untuk mengambil pesanan 4 kotak martabak isi wijen. Hujan menemani perjalanan
kami menuju bandara. Pukul 15.00, saya dan Ibu pamit pada teman Ibu yang sudah
bersedia menemani kami selama di Bangka. Flight
kami pukul 17.25, tetapi kami masuk lebih awal agar semua bisa beristirahat
termasuk teman Ibu yang selepas kepergian kami tentu bisa beristirahat juga.
Saya sholat Ashar di mushala di bandara
yang mirip dengan terminal bus. Sederhana, tidak ada ruang berbeda untuk tiap
penumpang maskapai. Toilet di terminal keberangkatan ini menurut Ibu lebih
bersih dari terminal kedatangan. Lumayanlah menurutku karena tidak mengantre
panjang. Kata Ibu, “Nggak nyangka bisa ke Bangka juga ketemu sama Okta.” Aku hanya
senyum sambil mengucap hamdallah. Rasa syukur atas segala kemudahan yang Allah
berikan selama perjalanan. Pukul 17.00, sesuai jadwal pesawat kami tiba di
bandara Depati Amir. Pukul 17.20, kami masuk pesawat dan seperti biasa sebelum
naik, saya mengatakan pada Ibu seperti sebelum berangkat, “Aku ngga janji Ibu
bisa selamat sampai turun pesawat dan pulang ke rumah. Doa ya jangan lupa sama
Allah supaya selamat dan sehat.”
Beberapa kali kami melewati awan hitam. Tidak sengaja memfoto dengan blitz kamera yang membuat seorang Ibu di seberang sana kaget. Maaf ya Bu, ngga sengaja. saya membongkar isi saku belakang kursi di depan saya dan menunjukkan pada Ibu bahwa kita bisa menonton video di sini sambil menunjukkan headset yang tersedia. Ibu takut diminta untuk bayar lagi saat menggunakan headset tersebut karena plastiknya masih tersegel rapi. Hehehe “Nggak dong, Bu. Ini gratis selama kita di pesawat,” Ibu mengangguk-angguk sambil saya bukakan plastik headset tersebut kemudian saya ajari untuk memilih video di monitor kecil di depan kami.
Sepanjang perjalanan Ibu asyik
menikmati penerbangannya. Pramugari datang untuk mengantarkan inflight meal. Kotak merah
marun panjang berisi 2 buah camilan dan air mineral ukuran sangat kecil
mendarat di meja makan kami. Ibu memesan jus jeruk sementara saya jus jambu. Saya
asik melihat kemilau warna merah dan emas dari balik jendela di seberang saya
dan menyaksikan running man yang
episodenya sudah saya tonton. Entah mengapa saya tidak tertawa, mungkin karena
tidak ada subtitle-nya. Penerbangan
yang terjadwal 1.05 menit ini ternyata lebih cepat, hanya sekitar 48 menit.
Penumpang yang sedang asik menonton seperti saya dan Ibu atau sibuk bermain game atau sekadar menikmati ketenangan
pesawat pun kaget saat pilot mengatakan bahwa sebentar lagi kami akan mendarat.
Cepet banget.
Perjalanan ini kami tutup dengan
menanti Damri di ujung Bandara. Dari berdiri hingga duduk di ruang tunggu
sampai lari-larian padahal sedang makan karena Damrinya sudah tiba. Malam di
pesawat dan Damri sungguh sangat romantis. Inginnya selalu bisa berduaan
bersama Ibu. Kami bercerita di sepanjang jalan di bus. Kata Ibu saat membuka
dompet, “Ibu bawa dompet dari yang susah ditutup sampe gampang banget ditutup,”
aku terkekeh. Upah hasil editanku belum turun, jadilah aku meminta bantuan Ibu
untuk memberi pinjaman lunak dan akan kuganti setelah uang itu melesat ke
rekeningku. Kami sampai di terminal Damri dan kembali naik bajaj sampai di depan
gang. Malam minggu yang seru bersama Ibu. Setiba di rumah, kami langsung
bagi-bagikan oleh-oleh dan menyantap otak-otak Amui dengan sambal khasnya. Untuk
yang belum terbiasa dengan sambal di Bangka maka akan aneh dengan kombinasi
otak-otak dan sambal cair Bangka itu. Sambal itu hanya berkomposisi cabe, udang
dan udang yang dibentuk menjadi terasi kemudian dicairkan untuk sambel
otak-otak. Rasa otak-otaknya sangat enak, untuk yang gemar ikan, pasti tahu
bahwa komposisi otak-otak ini hampir 100% dari ikan tenggiri. Ibu membeli satu
kotak otak-otak yang berisi 25 otak-otak. Harga satu otak-otak Rp2000. Sementara itu, komentar oleh-oleh yang saya beli di BTS mendapat respons positif dari para pencicipnya. Menurut mereka rasanya enak dan ikannya berasa.
Perjalanan kami berakhir. Allah
sampaikan kami menjejaki rumah tempat kami tinggal. Kini saya menginginkan
perjalanan lain bersama Ibu. Mulai dari Garut, Tasikmalaya, Surabaya hingga
Derawan. Namun, belum ada yang dipastikan terpilih. Saya punya janji untuk
mengajak Ibu umroh di 2016 nanti insya Allah. Semoga Allah perkenankan kami
berdua –kalau boleh dengan suami saya- pergi ke tanah suci untuk umrah dan
berhaji. Aamiin. Allah, semoga engkau pantaskan kami dan memanggil kami untuk
berkunjung ke tanah tempat Rasulullah dan para sahabatnya berjuang di Jalan-Mu.
Ucapan syukur pun kembali saya ucapkan atas segala bantuan Allah yang hadir di
saat yang terbaik. Upah editan pun datang, uang Ibu pun langsung terganti.
Alhamdulillah. Semoga akan ada perjalanan lagi bersama Ibu ke tempat baru dalam
waktu dekat ini. aamiin
Komentar