Assalamu'alaykum teman-teman. Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan. Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan
mengharap ridho Allah Subhannahu wa ta’ala saya melaksanakan pekerjaan ini
dengan penuh tanggung jawab. Saya bekerja di salah satu bimbingan belajar di
daerah Cibubur. Dari bimbel tersebut saya menemukan banyak jenis kategori siswa
dan ujian yang mereka hadapi dalam keluarga, sekolah bahkan teman-temannya
sendiri. Bullying sangat terjadi pada
mereka, kesepian dalam kemegahan rumah tentu saja ada, hingga kesempurnaan yang
dituntut dalam keterbatasan. Orang tua pasti ingin yang terbaik untuk sang anak
hingga apapun akan mereka berikan demi menunjang intelektualitas anak. Dear all parents¸ tahukah bahwa
terkadang mereka ingin mendapatkan sesuatu yang sederhana yaitu menghabiskan
hari bersama kalian? Bercerita tentang pengalaman di sekolah? Atau hanya
sekadar mendapat pelukan dan sikap memahami dari orang tua? Di sini saya tidak
ingin membahas tentang orang tua dan anak. Fokus kasus di sini adalah tentang
interaksi antarsiswa.
Dalam masa pubertas, siswa tentunya ingin mencoba segala
hal. Salah satu yang banyak mereka lazimkan adalah pacaran walau Alquran dan
hadits sudah banyak mengingatkan tentang buruknya aktivitas ini. Selasa
(15/4/14) saya mengajar seperti biasa dan bertemu kelompok siswa di kelas
seperti biasa. Ada satu murid yang hobinya memang curhat kepada saya dan
didengarkan oleh 2 orang teman lainnya. Sepengalaman saya, kalau dia curhat
dibutuhkan waktu yang lama. Maka, saya menawarkan pilihan oke menurut saya. Dia
boleh bercerita 5 menit di awal pelajaran dan setelah selesai mengerjakan tugas
yang diberikan. Ia pun menyetujui dan mengerjakan soal dengan batas jawaban
betul 80% baru boleh bercerita. Hasilnya memenuhi target. Kini, mulailah ia
bercerita. Masalah yang ia hadapi seputaran kasus cintanya yang (menurutnya)
cukup pelik. Di awal diceritakan tentang bagaimana ia berdoa kepada Allah kalau
dia menyukai seseorang (saya lupa
lengkap doanya), hingga salah satu temannya mengucapkan “inalillahi wa inna
ilaihi roji’un” saat mendengarnya berdoa seperti itu. Saya pun tak kalah
terkejutnya mendengar doa anak tersebut. Hampir selesai ia bercerita, barulah
keluar pertanyaan, “Saya harus gimana, ka?” sambil senyum tersipu malu bingung
tapi ingin disetujui. Ia tak tahu bahwa senyumnya berakhir air mata di akhir
pelajaran dan ceritanya.
Bukan hal yang menyenangkan membuat siswa menangis,
tetapi kejujuran itu harus disampaikan walaupun menyakitkan. Betapa para siswa
harus diajarkan tentang akhlak baik sesuai dengan ajaran Islam. Anak itu
bercerita betapa inginnya sejak setahun lalu untuk menjalin hubungan hingga ia
berdoa pada Allah. Ketika yang ia inginkan terwujud, maka ia teramat senang
sehingga ia berpikir bahwa Allah menyetujui hubungan mereka. Dear all my beloved student, mari kita renungkan
tugas setan. Ini bukan setan yang ada di tv-tv, ya! Namun, setan yang memang
tugasnya menggoda umat manusia untuk melenceng dari jalan Allah. Sesuatu yang
dilarang itu kebanyakan menyenangkan apalagi untuk penggila duniawi, tetapi
sesuatu yang diperbolehkan seperti menyiksa fisik dan jiwa. Kita harus mencari
landasan dasar setiap perbuatan. Pertanyaan dasar dan fondasi terkuat dalam
amal perbuatan adalah untuk siapa kita berbuat demikian? Seharusnya hanya
karena Allah-lah langkah kita terhenti ataupun berlanjut pada suatu hal. Tidak
mudah mengontrol diri sendiri hingga diperlukan kesadaran bahwa tiap tindakan
kita “direkam” dan akan dihisab kelak.
Selain itu, tidak mudah pula menyadari bahwa kita dalam
pengaruh setan karena sesungguhnya godaan setan sangat halus, termasuk dalam
hal aktivitas berpacaran ini. Saya pun mengembalikan pertanyaan kepada siswa
tersebut, “Kamu pernah lihat orang pacaran kan? Inginnya selalu dekat, ketemu,
komunikasi, dan lain sebagainya?” saya bertanya dengan nada mengajak berpikir
dan ia jawab, “Pernah, ka.” Jawabnya antusias. “Salah satu sifatnya setan itu
mendekatkan manusia pada yang haram dan menjauhkan manusia dari yang halal.
Pacaran itu dilarang oleh Allah, tetapi manusia yang pacaran keliatannya
bahagia. Itu bisa jadi karena setan sedang menghasud manusia agar makin banyak
korban berjatuhan karenanya. Orang yang pacaran itu dihasud setan untuk selalu
berdekatan dan melawan perintah Allah. Nanti kalau sudah menikah, maka setan akan
berusaha sekeras tenaga untuk memisahkan pasangan suami-istri yang sudah bernaung
dalam lindungan Allah,” kemudian seluruh siswa terlihat berpikir merenung. Kita
semua harus selalu mengingat bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah
untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku
akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82).
Selanjutnya apa yang harus dilakukan? Ayo, kita tanamkan
dalam hati tentang kekuatan doa dan keyakinan bahwa Allah akan memberikan yang
terbaik untuk hamba-Nya. Tentu saja masih terlalu dini untuk membicarakan
pernikahan pada siswa SMP “modern” sehingga perlu cara lain untuk menenangkan
hatinya. Salah satu cara untuk
menenangkan hatinya dan setiap hati yang sedang gundah adalah berdoa.
وَ إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى
فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al-Baqarah: 186]
Hanya doa kepada Allah yang
mampu melindungi kita dan orang yang kita cintai dari marabahaya yang tampak
maupun tidak tampak oleh makhluk-Nya. Hanya doa kepada Allah yang mampu membuat kita melangkah lebih tenang. Doa dan
keyakinan bahwa Allah akan memberi yang terbaik adalah cara mengikhlaskan diri
dalam menghadapi segala ujian yang kita alami.
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ
بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ
غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan
ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR.
Tirmidzi no. 3479, hasan)
Di sini saya pun
belajar betapa setiap doa tak ada yang tak Allah dengar. Setiap doa yang Allah
kabulkan bukan hanya menurunkan nikmat bagi manusia tetapi juga ujian. Mengapa saya
sebut nikmat? Karena pastilah manusia berdoa untuk kebaikan dirinya dan
berdasarkan ukuran kebaikan manusia.
Oleh
karena itu, berdoalah pada Allah untuk menjaga apa yang kita inginkan hingga
suatu saat kita pantas mendapatkannya bila itu yang terbaik untuk kita. Bila
tidak dikabulkan? Tenang saja, berarti apa yang kita doakan bukan yang terbaik
untuk kita. Jangan menyesal karena memilih Allah karena Allah akan memberikan
yang terbaik untuk hamba-Nya, seperti kutipan ayat dalam Alquran, “Bukankah
Allah itu cukup untuk hamba-Nya.” [QS Az Zumar: 36]. Setiap amal perbuatan
yang kita lakukan untuk-Nya insyaAllah akan diganjar dengan kebaikan yang
berlipat ganda. Jadi, berbuatlah semata-mata untuk beribadah pada Allah dan
kembalinya kita memang hanya pada Allah. Semoga kita senantiasa Allah lindungi
dari kesesatan dan kemaksiatan. aamiin
Komentar