Assalamu'alaykum teman-teman. Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan. Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...
Tepat tanggal 1 Juli 2013, saya mendarat dengan kebingungan di
Cibubur tepatnya Kota Wisata yang entah bagian dari Jakarta atau
Cileungsi. Hari itu saya mengamalkan pesan teman baru di tempat kerja
untuk memilih lewat jalan kampung dibanding lewat depan gerbang Kota
Wisata dan harus naik ojek. Saya yang memang mengandalkan kemampuan
spasial dalam menjejaki tempat baru, sempat kesulitan melihat patokan
turun dari angkot karena rumah dan bangunan di sana hampir sama semua
-_-".
Kenapa bisa sampai mendarat jauh di sana? karena pekerjaan baru saya adalah sebagai pengajar bimbel Bintang Pelajar di Kota Wisata. Heran juga, didekat rumah yaitu Rawamangun juga ada cabang bimbel tersebut. Namun, dengan keyakianan penuh saya mencoba untuk menjalani takdir Allah. Ini bukan kali pertama saya kerja agak jauh dari rumah, sebelumnya saya juga menjadi editor freelance di salah satu penerbit di Depok. Saya berpikir, mungkin ini cara Allah menempa saya untuk lebih mandiri dan kuat dalam menghadapi ujian-Nya. Sungguh tahun terakhir di kampus membuat saya hampir terhempas jauh dari-Nya, kemudian segala bentuk kegalauan datang menyapa menggoda saya untuk tersudut dalam kesedihan.
Bulan pertama terasa sangat lama bergerak, hari berganti seperti merangkak lamban. Bulan pertama selesai, kemudian menanti bulan kedua, dan seterusnya hingga saya memilih untuk menikmati setiap langkah dan perubahan cuaca di daerah itu. Unik juga, karena di samping perumahan yang mewah terdapat jalan yang 180 derajat berbeda dengan jalan perumahan tersebut. Jalan di perumahan sangat rapi dengan pemandangan menakjubkan, subhanallah, penuh pohon rindang, udara sejuk, rumah di tepian yang mewah. Sementara itu jalan di sebelahnya tepatnya di kampung, ternyata kondisi jalan makin memburuk, rumah banyak yang dijadikan warung makan, dan sekolah negeri yang keadaannya cukup lumayan untuk ditempati bergantian antara SD dengan SMA di pagi dan siang harinya. Beberapa kali tersenyum jika satu angkot dengan anak SD tersebut, celotehannya sangat banyak dan mereka tetap merasa riang walau dengan sepatu yang depannya robek, kaos kaki yang dilepas karena kena basah becek-becekan, ataupun tas yang mulai kusam dan jahitannya banyak yang lepas. Sungguh mereka menyadarkan saya bahwa bahagia itu amat dekat, berada dalam hati yang selalu bersyukur.
Selain pemandangan anak-anak SD, beberapa kali sempat mengantar beberapa ibu yang habis pulang belanja dari Pasar Cileungsi. Beberapa kali menahan kesal karena sedang terburu-buru ke kantor malah angkotnya mengantar ibu-ibu tersebut sampai di depan rumahnya. Namun, seketika saya mengingat untuk birrul walidain walaupun mereka bukan ibu saya. Menghormati orang tua adalah kewajiban setiap orang yang lebih muda. Hikmahnya, saya jadi mengetahui seluk beluk jalan di Ciangsana. Ada seorang nenek yang sepertinya hidup sendiri di rumah tanpa jendela berdinding triplek atau kayu seadanya, tetapi ia berusaha mencari rezeki dengan menjual makanan siap santap untuk orang lain di daerahnya. Melihatnya begitu semangat dengan segala yang ia miliki, saya tersadar bahwa ada kalanya kita hidup bersama dengan orang yang kita sayangi, tetapi ada saatnya kita harus ikhlas melepaskan hal tersebut.
Perlahan tapi pasti, saya mulai menikmati keterdamparan saya di tanah Ciangsana yang gelap karena sering mati listrik saat hujan deras. Bulan demi bulan saya nikmati. Pada beberapa hari saya harus pulang hingga pukul 21.00 wib. Pernah karena belum melihat angkot hingga pukul 21.00 wib, akhirnya saya memutuskan untuk naik taksi hingga Nagrak (jalan raya akses utama Alternatif Cibubur). Awalnya supir taksi seperti ingin menolak, tetapi qadarullah akhirnya Pak Supir yang sekalian keluar jalan kampung menerima kehadiran saya sejenak. Sungguh banyak pengalaman unik di sana. Tak terasa, bulan hampir sampai di penghujung kontrak.
Kontrak pekerjaan sebagai guru kontrak BP sebentar lagi selesai. Kesadaran terhadap perpisahan itu yang kini membirukan hari. Setiap momen semakin dihayati seolah tidak mengetahui kapan akan bertemu lagi. Perlahan satu per satu sadar dengan perpisahan kami. Lalu, saya harus apa? Setiap pertemuan akan ada perpisahan. Setiap kehadiran akan diiringin dengan ketiadaan. Satu per satu saya pun membereskan buku-buku pribadi yang ada di kantor untuk dibawa pulang lagi ke rumah. Tidak ketinggalan, merekam setiap obrolan dan kedekatan saya bersama para guru akhwat.
Alhamdulillah, Allah hingga saat ini membuat saya terdampar di tempat yang insyaAllah baik. Berkenalan dengan orang-orang baik. Penuh penjagaan. BP Cibubur punya 3 ruko untuk belajar siswa dan aktivitas mengajar guru. Ruko 1 menjadi pusat BP Cibubur dengan musholla, ruang kepala cabang, QC, dan ruang guru akhwat di lantai 2 bersama 5 ruang kelas. Sementara itu, ruko 3 menjadi pusat aktivitas guru ikhwan dengan banyak ruang kelas. Ruko 2 menjadi ruko yang netral. Artinya, guru ikhwan dan akhwat jumlahnya kurang lebih seimbang ketika melakukan aktivitas mengajar di tempat tersebut. Ruko 2 juga biasa digunakan untuk aktivitas tambahan seperti islamic class ataupun kajian bagi para guru. Biasanya, guru ikhwan berada di ruang 6-7, guru akhwat yang menjadi minoritas, duduk di luar berdekatan dengan dinding agar tetap bisa mendengar ilmu dari sang ustadz.
Teruntuk guru-guru akhwat CIbubur: Mba Rima (partner diskusi bidang studi, pulang malam, dan pulang hari Sabtu),Mba Fitra, Li-chan alias Mba Lili, Mba Erna, Mba Arum, Mba Yip Yip alias Yeni (partner korban dari kerusuhan yang saya perbuat), Mba Maryati, Mba Uut, Mba Atika (Ungu hunter), Mba Laeli beserta anak-anaknya, Mba Demi beserta Aisha dan Abinya, Mba Ayu, Mba Dwi (Partner se-56 bareng kalau pulang malem), Mba Patris, Mba Hana (Eksak SD) yang telah menjadi korban keberisikan polusi suara dan seluruh keusilan saya. Terima kasih sudah meladeni saya dengan sabar, terima kasih untuk setiap detik tawa, lelah, bahkan sampai tidur yang pernah dialami bersama. huehehehe. Tidak lupa dengan Uni Rini yang sempat beberapa bulan menemani perjalanan saya di jalanan Cibubur. Kebasahan bareng karena hujan deras dan menggunakan mantel seadanya. Sejak kehujanan itu, saya membeli jaket tahan air (untuk hujan yang normal dengan lama hujan 30 menitan) supaya ngga perlu lagi nyusahin bikin Uni Rini kebasahan juga, tetapi ternyata Uni Rini telah mengundurkan diri ba'da Idul Fitri.
Kini saatnya memulai packing dari tempat yang mengenalkan saya banyak hal dan mengenalkan saya dengan banyak kategori siswa. Kini saatnya menjemput impian yang lain. Mempersiapkan segala perbekalan untuk hidup di tahun selanjutnya dan di tahun yang akan datang. Termasuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Pastilah tidak mudah, maka dibutuhkan keikhlasan dalam melaksanakannya. Allah tahu waktu yang terbaik. Permohonan doa sudah pasti ada. Ya Allah yang Mahakuasa, cintai kami yang mencintai-Mu, dekatkan kami yang saling ingin berdekatan dalam ikatan pernikahan karena mencari ridho-Mu. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah.
aamiin
Kenapa bisa sampai mendarat jauh di sana? karena pekerjaan baru saya adalah sebagai pengajar bimbel Bintang Pelajar di Kota Wisata. Heran juga, didekat rumah yaitu Rawamangun juga ada cabang bimbel tersebut. Namun, dengan keyakianan penuh saya mencoba untuk menjalani takdir Allah. Ini bukan kali pertama saya kerja agak jauh dari rumah, sebelumnya saya juga menjadi editor freelance di salah satu penerbit di Depok. Saya berpikir, mungkin ini cara Allah menempa saya untuk lebih mandiri dan kuat dalam menghadapi ujian-Nya. Sungguh tahun terakhir di kampus membuat saya hampir terhempas jauh dari-Nya, kemudian segala bentuk kegalauan datang menyapa menggoda saya untuk tersudut dalam kesedihan.
Bulan pertama terasa sangat lama bergerak, hari berganti seperti merangkak lamban. Bulan pertama selesai, kemudian menanti bulan kedua, dan seterusnya hingga saya memilih untuk menikmati setiap langkah dan perubahan cuaca di daerah itu. Unik juga, karena di samping perumahan yang mewah terdapat jalan yang 180 derajat berbeda dengan jalan perumahan tersebut. Jalan di perumahan sangat rapi dengan pemandangan menakjubkan, subhanallah, penuh pohon rindang, udara sejuk, rumah di tepian yang mewah. Sementara itu jalan di sebelahnya tepatnya di kampung, ternyata kondisi jalan makin memburuk, rumah banyak yang dijadikan warung makan, dan sekolah negeri yang keadaannya cukup lumayan untuk ditempati bergantian antara SD dengan SMA di pagi dan siang harinya. Beberapa kali tersenyum jika satu angkot dengan anak SD tersebut, celotehannya sangat banyak dan mereka tetap merasa riang walau dengan sepatu yang depannya robek, kaos kaki yang dilepas karena kena basah becek-becekan, ataupun tas yang mulai kusam dan jahitannya banyak yang lepas. Sungguh mereka menyadarkan saya bahwa bahagia itu amat dekat, berada dalam hati yang selalu bersyukur.
Selain pemandangan anak-anak SD, beberapa kali sempat mengantar beberapa ibu yang habis pulang belanja dari Pasar Cileungsi. Beberapa kali menahan kesal karena sedang terburu-buru ke kantor malah angkotnya mengantar ibu-ibu tersebut sampai di depan rumahnya. Namun, seketika saya mengingat untuk birrul walidain walaupun mereka bukan ibu saya. Menghormati orang tua adalah kewajiban setiap orang yang lebih muda. Hikmahnya, saya jadi mengetahui seluk beluk jalan di Ciangsana. Ada seorang nenek yang sepertinya hidup sendiri di rumah tanpa jendela berdinding triplek atau kayu seadanya, tetapi ia berusaha mencari rezeki dengan menjual makanan siap santap untuk orang lain di daerahnya. Melihatnya begitu semangat dengan segala yang ia miliki, saya tersadar bahwa ada kalanya kita hidup bersama dengan orang yang kita sayangi, tetapi ada saatnya kita harus ikhlas melepaskan hal tersebut.
Perlahan tapi pasti, saya mulai menikmati keterdamparan saya di tanah Ciangsana yang gelap karena sering mati listrik saat hujan deras. Bulan demi bulan saya nikmati. Pada beberapa hari saya harus pulang hingga pukul 21.00 wib. Pernah karena belum melihat angkot hingga pukul 21.00 wib, akhirnya saya memutuskan untuk naik taksi hingga Nagrak (jalan raya akses utama Alternatif Cibubur). Awalnya supir taksi seperti ingin menolak, tetapi qadarullah akhirnya Pak Supir yang sekalian keluar jalan kampung menerima kehadiran saya sejenak. Sungguh banyak pengalaman unik di sana. Tak terasa, bulan hampir sampai di penghujung kontrak.
Kontrak pekerjaan sebagai guru kontrak BP sebentar lagi selesai. Kesadaran terhadap perpisahan itu yang kini membirukan hari. Setiap momen semakin dihayati seolah tidak mengetahui kapan akan bertemu lagi. Perlahan satu per satu sadar dengan perpisahan kami. Lalu, saya harus apa? Setiap pertemuan akan ada perpisahan. Setiap kehadiran akan diiringin dengan ketiadaan. Satu per satu saya pun membereskan buku-buku pribadi yang ada di kantor untuk dibawa pulang lagi ke rumah. Tidak ketinggalan, merekam setiap obrolan dan kedekatan saya bersama para guru akhwat.
Alhamdulillah, Allah hingga saat ini membuat saya terdampar di tempat yang insyaAllah baik. Berkenalan dengan orang-orang baik. Penuh penjagaan. BP Cibubur punya 3 ruko untuk belajar siswa dan aktivitas mengajar guru. Ruko 1 menjadi pusat BP Cibubur dengan musholla, ruang kepala cabang, QC, dan ruang guru akhwat di lantai 2 bersama 5 ruang kelas. Sementara itu, ruko 3 menjadi pusat aktivitas guru ikhwan dengan banyak ruang kelas. Ruko 2 menjadi ruko yang netral. Artinya, guru ikhwan dan akhwat jumlahnya kurang lebih seimbang ketika melakukan aktivitas mengajar di tempat tersebut. Ruko 2 juga biasa digunakan untuk aktivitas tambahan seperti islamic class ataupun kajian bagi para guru. Biasanya, guru ikhwan berada di ruang 6-7, guru akhwat yang menjadi minoritas, duduk di luar berdekatan dengan dinding agar tetap bisa mendengar ilmu dari sang ustadz.
Teruntuk guru-guru akhwat CIbubur: Mba Rima (partner diskusi bidang studi, pulang malam, dan pulang hari Sabtu),Mba Fitra, Li-chan alias Mba Lili, Mba Erna, Mba Arum, Mba Yip Yip alias Yeni (partner korban dari kerusuhan yang saya perbuat), Mba Maryati, Mba Uut, Mba Atika (Ungu hunter), Mba Laeli beserta anak-anaknya, Mba Demi beserta Aisha dan Abinya, Mba Ayu, Mba Dwi (Partner se-56 bareng kalau pulang malem), Mba Patris, Mba Hana (Eksak SD) yang telah menjadi korban keberisikan polusi suara dan seluruh keusilan saya. Terima kasih sudah meladeni saya dengan sabar, terima kasih untuk setiap detik tawa, lelah, bahkan sampai tidur yang pernah dialami bersama. huehehehe. Tidak lupa dengan Uni Rini yang sempat beberapa bulan menemani perjalanan saya di jalanan Cibubur. Kebasahan bareng karena hujan deras dan menggunakan mantel seadanya. Sejak kehujanan itu, saya membeli jaket tahan air (untuk hujan yang normal dengan lama hujan 30 menitan) supaya ngga perlu lagi nyusahin bikin Uni Rini kebasahan juga, tetapi ternyata Uni Rini telah mengundurkan diri ba'da Idul Fitri.
Kini saatnya memulai packing dari tempat yang mengenalkan saya banyak hal dan mengenalkan saya dengan banyak kategori siswa. Kini saatnya menjemput impian yang lain. Mempersiapkan segala perbekalan untuk hidup di tahun selanjutnya dan di tahun yang akan datang. Termasuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Pastilah tidak mudah, maka dibutuhkan keikhlasan dalam melaksanakannya. Allah tahu waktu yang terbaik. Permohonan doa sudah pasti ada. Ya Allah yang Mahakuasa, cintai kami yang mencintai-Mu, dekatkan kami yang saling ingin berdekatan dalam ikatan pernikahan karena mencari ridho-Mu. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah.
aamiin
Komentar
paragraf terakhir itu looo..
aamiin ^