Assalamu'alaykum teman-teman. Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan. Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...
Bismillahirrohmanirrohim
Sudah
lama ya saya tidak menulis di blog bertema jalan-jalan. Maklumin aja, bumil
hibernasi 5 bulan. Bulan keenam, ditandai dengan pergi training suami ke Bandung 4 harian, maka suami janji ke anak kalau
nanti akhir pekan kami akan jalan-jalan naik kereta ke Ambarawa. Yap, museum
kereta api ada di Ambarawa. Awalnya hanya berencana ke sana kemudian dapat ide
untuk ke Ayanaz juga. Warga Semarang pasti ngerti banget nih tempat hits untuk
foto-foto yang baruuuu banget dibuka. Nanti saya foto-fotonya deh di bawah. Cerita
tentang perjalanan ke Ambarawa dulu ya.
Museum Kereta Api
Indonesia – Ambarawa
Awalnya
saya kira kami ke sini akan naik go-car secara saya lagi hamil dan jaraknya
cukup jauh dari rumah kami. Kalau dilihat dari Gmaps jaraknya 40km dan biaya
kalau naik gocar sekitar Rp140.000. Namun, ternyata dugaan saya salah. Setelah
saya siapkan bekal makan dan minum si Kakak untuk dimakan di mobil ternyata
saya baru tahu kalau kami akan pergi naik motor. Masyaa Allah, surprise!! Oke saya
meyakinkan diri kalau kuat, in syaa Allah. Namanya bumil pergi naik motor
kenceng dikit langsung kebelet pipis. Setelah setengah perjalanan, saya minta
suami untuk berhenti di pom bensin alias numpang ke toilet. Sebelum suami
tambah ngebut naik motornya dan saya beser lagi, saya pun wanti-wanti untuk
jangan ngebut. Cuaca hari Ahad itu menyenangkan sekali, dingin dan adem. Kami berangkat
sekitar 6.45 wib dan tiba di Museum Kereta Api pukul 8.30 wib. Museum ini buka
pukul 8.00 wib jadi saat kami ke sana belum terlalu ramai. Hanya ada beberapa
mobil dan bus pariwisata. Ya Cuma orang-orang niat piknik sih yang sampai sana
jam segitu secara Ambarawa masuknya Kabupaten Semarang jadi perlu tekad kuat
untuk ke sana.
Dari
awal kami ingin ke Museum ini karena ingin naik kereta jadulnya yang konon
susaaaahh banget dapetin tiketnya. Setelah bayar tiket masuk di pintu depan,
kami bergegas ke ruang kepala stasiun tempat membeli tiket kereta wisatanya. Antriannya
hanya 3 orang, tapi ada 1 orang yang sedang urus tiket untuk rombongan. Di pengumuman
yang ditempel di kaca tertulis bahwa satu orang hanya boleh membeli maksimal 3
karcis. Kenapa? Mungkin karena jadwal keberangkatan kereta yang terbatas dan
kuota kursi yang tidak banyak. Harga karcis kereta wisata Rp50.000, karcis ini
beda ya dengan tiket masuk museum di awal tadi. Jangan sampai keliru karena
bisa diturunkan di stasiun transitnya dan terpaksa naik kendaraan lain untuk
kembali ke museumnya. Ini kejadian oleh penumpang persis di depan saya yang
mengira bahwa tiket masuk di awal itu merupakan tiket naik kereta juga. Karena kondektur
kereta tidak tega dengan penumpang perempuan dan membawa anak tersebut jadinya
tidak diturunkan di stasiun transit, tapi setelah sampai di Stasiun Ambarawa
langsung diminta membayar tiket di ruang kepala stasiun tadi. Sistem tempat duduknya juga acak jadi kita bisa pilih mau duduk di mana alias tidak ada nomer kursinya. Harusnya semua dapat tempat duduk sih kecuali ada yang tidak membeli tiket atau punya anak yang tidak dapat tiket tapi duduk sendiri karena harusnya dipangku.
Rasanya
gimana naik kereta tempo dulu? Biasa aja sih mungkin karena pemandangan yang
ditawarkan selama naik kereta juga 50:50 antara pemandangan alam dan pemukiman
warga serta tambak dan sejenis kali kalau tidak salah ingat. Perjalanan sekitar
30 menit. Kami hanya dibawa dari stasiun Ambarawa ke Stasiun Tuntang kemudian
kembali ke Ambarawa lagi. Oia, untuk jadwal kereta dari yang tertulis di
pengumuman, kereta beroperasi senin sampai dengan minggu. Hari sabtu ada 2
atau jadwal saya lupa. Nah, di hari
minggu ini yang paling banyak jadwal keberangkatannya yaitu 4 kali. Jadi, kalau
tidak kebagian di jam 10.00, kita masih bisa ikut jadwal yang jam 11.00 seperti
kami yang Alhamdulillah bisa ikut dijadwal jam 11.00.
Sebagian Pemandangan |
Namanya
museum kereta ya pasti banyak display kereta jaman dulu ya. Ada juga
mesin-mesin yang digunakan pada zaman kereta api dulu. Sejarah kereta api
Indonesia dijelaskan pada sebuah tembok ketika kita baru mulai masuk ke
stasiun. Sayangnya, di sana tidak ada kantin sehingga pengunjung harus membeli
makanan ke pedagang luar melalui sela-sela pagar samping. Di sana sudah
berjejer pedagang bakso, gorengan, dan air mineral. Saat pengunjung makan,
terlihat jadi tidak tertata rapi selayaknya museum karena minim tempat duduk di
dekat area pedagang tersebut sehingga pengunjung duduk-duduk di lantai. Beberapa
duduk di bawah tulisan yang menjelaskan sejarah kereta api. Ketika itu datang
turis mancanegara beserta tour guide
yang menjelaskan artinya dalam bahasa Inggris sementara di bawah mereka sedang
duduk-duduk pengunjung lain sambil menyantap gorengan dan semangkok bakso. Awkward moment seketika. Untuk toilet
tergolong bersih dan cukup nyaman karena besar. Mushola yang disediakan tidak
terlalu besar sehingga pengunjung yang ingin sholat harus mengantre agak lama. Kami
selesai dari Ambarawa sekitar pukul 13.00 wib kemudian lanjut ke Ayanaz. Cusss.
Ayanaz, Spot Foto
Kekinian di Semarang
Jarak
dari Ambarawa ke Ayanaz sekitar 13 KM. Ayanaz terletak di kawasan Candi
Gedongsongo, Bandungan, Kab. Semarang. Saat masuk ke jalan arah Candi
Gedongsongo kondisi jalan sangat ramai. Bahkan saat makin menuju ke lokasi
candi yang berada di ujung jalan, mobil sudah macet cenderung tak bergerak. Kondisi
jalan yang sangat menanjak mebuat mobil-mobil itu akhirnya diberi ganjalan di
bagian roda oleh para warga sekitar supaya tidak mundur. Saya pun yang naik
motor hampir menyerah, tapi nanggung jadi lanjut aja. Sepanjang perjalanan
menuju Candi Gedongsongo cukup banyak tempat wisata bertema taman, tempat main
anak, bahkan kebun bunga yang masih dalam proses pengerjaan. Oia, untuk masuk
ke Ayanaz, kita harus bayar tiket masuk Area Candinya yang sepertinya tidak
terlalu banyak dilirik pengunjung yang rata-rata anak muda Gen Z. Nanti sebelum
masuk Ayanaz juga harus bayar tiket sekitar Rp25.000 per orang. Ada spot foto
berbayar dan spot foto gratis. Kenapa saya ke Ayanaz? Karena saya lihat di
instagramnya, tempat ini bagus untuk foto-foto dan saya ke sana juga untuk
foto-foto sampel dagangan Geos Helena. Lumayan kan dapat yang segar-segar
fotonya.
Di
foto instagram akun Ayanaz, tempat ini instagramable banget makanya banyak yang
datang ke sini dengan OOTD ala mereka dan foto-foto. Di Ayanaz banyak banget
spot foto kekinian yang instagramable kalaaauuuuuu sepi, kalau rame ya gitu
deh. Ada balon udara besar tapi kalau mau difotoin di situ harus bayar. Saat
saya sampai di sana subhanallah, ruameeeee sangat! Mau foto harus antre dan
super duper padat jadi ngga bisa cobain lama-lama spot fotonya. Kami hanya
sekitar setengah jam di sana untuk duduk-duduk karena saya mulai ngos-ngosan. Mau
pura-pura kuat juga nanti malah bahaya kan. Setelah keluar dari Ayanaz saya
lihat pengunjung mulai banyak yang datang walau sudah jam 15.00 wib dengan
dandanan, sepatu yang niat banget buat foto. Dalam hati saya cekikian, “belum
tau aja di dalem kayak apa.” Hehe. Oia, Kakak dan Bapaknya sempat foto bareng
Mickey dan Minnie mouse, dua kartun yang dia suka karena punya boneka. Ada badut
bebek Donald juga tapi Kakak takut. Sebelum pulang dari area Candi, suami
sempat naik kuda dengan Kakak. Biaya naik kuda tergantung rute yang diambil ya.
Karena suami Cuma sebentar, di rute yang terpendek jadi bayarnya Rp50.000.
Lumayan mengenalkan naik kuda ke Kakak. Selesai naik kuda, kami pulang karena
mulai gerimis. Kondisi jalan menuju Jalan umum Bandungan makin macet super
parah bahkan cenderung tidak bergerak. Kami pun lewat jalan alternatif dan
pulang menuju Semarang via jalan ke Ambarawa. Saran saya, kalau mau ke Ayanaz
lebih baik datang pagi atau datang ketika hari senin sampai dengan jumat jadi
tidak terlalu macet.
Selesai
dari sana, di perjalanan kami sempat makan dulu karena belum makan siang saking
cepatnya mobilitas. GAYA! Hehe. Kami makan di Ungaran tepat JJ resto Kepiting
Bagan siapi-api. Dari tampak depan terlihat biasa saja, tidak ada yang special.
Saat masuk juga pengunjung hanya 2 orang dan ternyata setelah saya amati dari
mulai datang sampai kami pulang yang datang ke sana rata-rata orang cina. Makanannya
enaaakk dan bisa dibilang murah untuk sekelas tempat makan lain yang menyajikan
menu tersebut. Kami pesan sup kepiting asparagus (pesanan saya), kerang
srimping goring dan gurame goring (pesanan suami) dengan minum es jeruk.
Guramenya ada kriuknya dan rasanya enak! Kerang srimping juga tidak amis sama
sekali, sementara sup asparagusnya super banyak dengan harga sekitar RP60.000
porsinya semangkuk besar kira-kira bisa dimakan 4 orang. Sayang banget
lokasinya di Ungaran, cukup jauh dari rumah saya. Saya lihat review di
Tripadvisor juga banyak yang komen positif soal tempat ini. Kami tidak pesan
makanan khas reto tersebut yang jadi icon yakni Kepiting Saus Bagan. Next
mungkin ya bisa cicipin.
Demikianlah
perjalanan super bumil dan family. Total kami pergi dari jam 7 Pagi sampai
jam malam. Di perjalanan yang tinggal
1KM dari rumah, saya mulai terngantuk-ngantuk dan hampir tertidur di motor.
Dulu waktu masih jadi anak, kita bisa tidur enak walau di motor. Sekarang udah
besar, udah jadi ibu, gentian jadi anaknya yang tidur sementara kami menahan
ngantuk sekuat tenaga. Sampai di rumah saya tepar dan izin tidur sebentar ke
suami. Sementara anak lagi main pistol gelembung yang dibeli di Candi
Gedongsongo tadi. Saya hanya lihat videonya, dia tampak senang. Jadi rutinitas
kami tiap sore setelah itu menyempatkan diri untuk main bubble di teras.
Komentar