Assalamu'alaykum teman-teman. Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan. Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...
Assalamu’alaykum.
Alhamdulillah,
akhirnya saya bisa menulis lagi di blog lawas yang hampir tertimbun debu. Bingung
nggak memaknai arti judulnya? Kalau bingung, mari lanjutkan baca sampai habis
ya. Sebelumnya saya pernah menulis ini di salah satu postingan instagram
pribadi saya (gayaaaa). Sebab saya ada instagram dagangan juga namanya
@agisha_shop dan @alhauraa.semarang biar ngga tercampur dengan cerita pribadi. Cuss
lanjut cerita tentang kali kedua.
Dua Puluh Satu Bulan Kehidupannya
Shafiyyah sekarang usianya sudah 21
bulan. Dia sudah punya banyak teman main dibandingkan saat kami tinggal di
perumahan yang lama. Sekarang hampir setiap sore dia ngeluyur main di depan
rumah. Lari-larian kalau tetiba Ibunya datang, didekati malah tambah kencang
larinya. Masyaa Allah Nak, Ibu ngos-ngosan. Disitu saya merasa mulai renta
walau usia masih kepala 2 (ngga mau nerusin belakangnya. Hehe). Napas mulai
pendek-pendek kalau mengerjakan aktivitas yang lumayan menyita tenaga terutama
saat menemani Shafiyyah main tadi. Makanya, sejak itu saya kadang minta tolong
suami untuk mengawasi Shafiyyah main.
Semenjak pindah ke lingkungan rumah
yang baru, kami di rumah bukan hanya bertiga melainkan bersama adik suami yang
ada kepentingan kuliah di Semarang. Jadi, Shafiyyah punya tambahan teman main
di dalam rumah (plus temen yang bisa diisengin). Saya ingat sekali dulu
Shafiyyah takut kalau bertemu dengan orang baru terutama bapak-bapak. Mungin memang
sedang masanya, tetapi sekarang Alhamdulillah sudah mulai bisa adaptasi bila
bertemu oran dewasa lainnya. Minimal tidak menangis histeris asalkan tidak
diganggu fisiknya misal tiba-tiba digendong atau didekati. Biasa banget ngga
sih kalau anak punya perilaku positif yang akan dpuji ya anaknya, tapi kalau
anak punya perilaku negatif (walau hanya menolak salim) suatu waktu pasti ada
yang komentar, “Ngga pernah diajak keluar ya sama ibunya? Di dalam rumah terus
ya? Kok takutan sama orang lain?” daaan
kalau ada yang komentar begitu padahal orang itu baruuu banget ketemu anak
saya, maka hanya saya diamkan saja daripada baper bikin laper ya buibuk. Begitulah
hidup, kita yang jalanin, orang lain yang komentarin.
Perjalanan panjang menyusui Shafiyyah
hingga 21 bulan ini pastinya banyak cerita. Saat mulai tumbuh gigi, maka dia
akan gigit apapun termasuk pu***g saya yang lecet. Di situ saya nangis di depan
Shafiyyah supaya dia tahu kalau itu sakiiit. Suami lihatnya juga sedih (kayaknya
ya..ehehehe) sempat menawarkan sufor dsb untuk pengganti ASI tapi saya minta
kasih UHT saja sambil saya sounding
saat mau tidur nanti supaya ngga gigit lagi saat menyusu. Alhamdulillah,
Shafiyyah ngertiiii banget dan 2 hari kemudian dia sudah sama sekali ngga gigit
waktu menyusu. Nah kan, kata siapa anak kecil ngga bisa ngerti ucapan orang
tuanya? Sounding
ibarat
senjata yang tak terlihat tapi efektif walau butuh proses yang hingga entah
kapan.
Belasan
Purnama Dalam Penantian
Suatu malam saat sedang menyusui
Kakak, tetiba kaki saya keram dingin, perut bagian bawah sakit agak melilit. Ini
bukan maag piker saya waktu itu karena bila maag kambuh maka perut bagian atas
yang akan sakit. Berkali-kali setiap Kakak menyusu sebelum tidur maka akan
sakit lagi seperti itu. Maka saya beranikan diri untuk bertanya kepada para ibu
muda yang lebih senior alias punya anak lebih dari satu. Apakah ini disebut
kontraksi di awal kehamilan karena masih menyusui? Jawabannya hampir sebagian
sama yaitu “Bisa jadi, tapi untuk jelasnya coba dites aja” Saya pun makin
deg-degan sebab beberapa hari lagi masa haid akan datang dan gejalanya hampir
mirip. Setiap bulan sebelum haid, di kalender aplikasi Hawa saya menghitung
mundur hari menjelang haid apakah bulan ini haid atau tidak. Namun, qaddarullah
bulan-bulan saya lalui dengan perhitungan haid sesuai tanggal di aplikasi
tersebut atau maju sehari.
Di awal Februari ini, beberapa hari
sebelum haid tanda-tanda itu muncul lagi, tapi saya hadapi dengan santai hingga
kontraksi itu mulai agak meresahkan. Hari pertama prediksi haid tetapi belum
ada tanda pasti kedatangannya. Suami yang saat itu masuk shift malam dan baru
pulang pagi, saya titipi untuk beli test pack di apotek yang murah saja (agak
takut beli yang mahal karena dulu dibela-belain beli yg 25ribu tapi garis satu.
#MamakPerhitungan). Akhirnya kami beli saat siang dengan kondisi saya paksa
suami karena kasihan si calon janin kalau ternyata memang saya sedang hamil.
Saya sampai beli 2 test pack untuk jaga-jaga kalau garisnya samar atau satu
garis lagi, hitung-hitung untuk stok bulan depan (Ngarep maksimal).
Kalau dibilang berharap, iya saya
berharap Kakak bisa punya adik lagi. Ibaratnya mumpung saya masih di bawah 30
tahun, masih cukup umur dan tenaga in syaa Allah untu hamil dan melahirkan.
Semoga makin banyak juga yang doakan saya dan suami kelak. Mumpung masih ingat
cara bikin MPASI, mumpung slow cooker masih bagus buat bikin MPASI juga, hehe. Balik
ke hasil test pack, urin pagi hari
sudah saya tampung jadi tinggal cek aja saat siang. Sesaat saya lihat hasilnya,
masyaa Allah garis dua tanpa samar. Saya panggil suami dan memeluk sambil
nangis kalau saya hamil. Dia kayaknya masih shock
ngga percaya kalau saya hamil sampai saya kasih lihat hasilnya. Seharian
dia seperti orang bingung, tapi saya yakinkan in syaa Allah dimampukan oleh
Allah, setiap anak membawa rezekinya masing-masing. Tidak lama setelah dapat
hasilnya, saya langsung chat dokter
SpOG yang dulu menangani saya dihamil yang pertama, beliau langsung daftarkan
saya untuk kontrol beberapa hari kemudian. Terima kasiiihh, jazaakillahu
khoiron.
Kehamilan yang kedua ini, saya lebih
tertutup menceritakannya. Beberapa alasannya yakni kebahagiaan untuk kita belum
tentu dirasa bahagia untuk orang lain dengan kata lain meminimalisasi hasad
yang mungkin terjadi pada beberapa orang tentang berita ini. Maka, awalnya saya
hanya memberitahu ibu dan meminta ibu untuk merahasiakannya. Jika memang yang
lain ingin tahu, silakan bertanya langsung pada saya. Beberapa orang pasti aka
nada komentar, “Anaknya masih kecil sudah punya anak lagi? Memangnya ngga
kasihan sama anaknya?” Saya hanya akan menjawab seperlunya jika memang dirasa
perlu, tapi untuk penguat ibu-ibu lainnya yang mungkin dicecar dengan
pertanyaan itu, saya akan beri jawaban versi saya, “Kami yang menjalani proses
ini, saya yang merasakan rasanya menunggu. Jadi, jika sekarang Alhamdulillah bisa
hamil, itu bukan hanya keinginan saya yang terkabul, tetapi memang Allah yang
putuskan untuk terjadi. Setiap anak punya rezekinya masing-masing. Semoga jadi ladang
pahala bagi kami orang tuanya.” Ingat ya moms, ngomong begini saat suasana
kondusif dan si pendengar memang mau mendengarkan, tapi kalau pendengar hanya
mengajak debat ya diamkan saja. Belasan purnama saya dalam penantian, kini
Allah kabulkan ketika saya hampir melupakan keinginan.
Kamu
Pantas Mendapatkan Wujud Cinta yang Lain
Setelah periksa kedua kali di usia
kehamilan 8w, saya mengatakan mula kepada dokter sedang mulai menyapih anak
sehingga obat penguat kandungan yang diberikan di bulan pertama kandungan (UK)
kini dihentikan. Penghentian ini juga meringankan efek mual di trimester awal. Iya
sih, mual kali ini tidak seheboh kehamilan pertama yang sampai muntah-muntah. Mual
dimulai di usia kehamilan 7w alias mundur 2 minggu dari kehamilan sebelumnya
yang di usia 5w saya sudah mual mencium
bau ciki. Namun, ternyata setelah selesai kontrol, dimulailah fase mual yang
lebih hebat hingga berat badan turun, tekanan darah juga rendah sekali, dan
bisa mual seharian. Akhirnya, disiasati untuk minum susu ibu hamil supaya tetap
dapat asupan makanan yang masuk.
Awalnya menyapih Kakak agak santai
karena memang dia sudah lama hanya menyusu saat ingin tidur saja. Namun, menuju
UK 9w Kakak mulai menunjukkan rasa tidak nyaman saat menyusu. Dia mulai sering
terbangun saat malam dan ketika disusui terlihat kesusahan karena pindah-pindah
PD hingga dia menangis-nangis. Saya kasih susu UHT pun dia menolak, suami
bingung, dua malam tragedi itu berlangsung dan saya memutuskan untuk menyapih
Kakak untuk kemyamanan bersama. Menyapihnya pun ada 2 tahap, tahap pertama
penuh emosional dan akhinrya gagal karena saya dan suami kurang kompak juga
saya susah menahan emosi saat kakak minta menyusu. Akhirnya kami briefing ulang, saya baca blog orang-orang
tentang weaning with love (menyapih
dengan cinta), dan berbagai artikel tentang WWL itu. Salah satu poinnya, jangan
mengingatkan anak tentang menyusu, tapi jangan menolak saat dia meminta. Bagian
ini saya skip karena frekuensi menyusu Kakak memang sudah minimal dan sekarang
harusnya sudah bisa di-stop perlahan, sekali dikasih maka dia akan meminta.
Tiga malam Kakak ditangani suami
yang saat itu memang ada di rumah sehingga dia yang menggendong Kakak untuk
mengalihkan perhatian dari saya. Malam-malam selanjutnya saya yang menangani
karena suami shift malam dan perlahan dia mulai ingusan. Hehe. Tandanya kurang
istirahat. Jadi, biarkan ibu yang turun tangan sambil meninggalkan kebiasaan
digendong sebelum tidur. Saya jadi ingat tiga bulan pertama kehidupan Kakak,
saya ingat betul harus bergadang, kena gumoh, dan baru bisa tidur setelah subuh
sampai bayik bangun dan aktivitas seperti biasa. Suami saya ungsikan ke kamar
tidur sebelah supaya tidak terganggu dengan tangisan Kakak karena dia harus
kerja pagi harinya. Hari keempat menyapih Kakak, dia mulai say aiming-imingi
hadiah disamping sounding kenapa
harus berhenti menyusu. Ini beberapa alasannya:
- Susu ibu habis. (Ini kayaknya beneran karena dia kesusahan sendiri saat menyusu, maka saya ingatkan momen saat dia menyusu tapi malah nangis karena susu ibu sudah habis).
- Kakak sudah besar, susunya nanti buat dek bayi.
- Kakak sudah besar, sudah bisa minum susu moo (susu sapi UHT), air putih, es krim, jus, yoghurt, tapi dek bayi nanti belum bisa minum itu. Dek bayi baru bisa minum susu ibu. Jadi, susu ibu buat dek bayi aja ya.
Daaan
iming-imingnya:
Kalau
7 hari Kakak ngga menyusu Ibu lagi, nanti ibu belikan bis tayo ya. Mauuu? (maka
dia akan jawab mauuu) Makanya kakak ngga usah menyusu ibu ya, doakan ibu supaya
sehat jadi bisa beli bis tayo untuk kakak.
Semua itu diingatkan berkali-kali, di
manapun, di saat kondisi dia stabil dan senang serta saat mau tidur.
Alhamdulillah atas izin Allah di hari selanjutnya no drama minta nyusu. Setiap bangun
malam yang hanya sekali, dia hanya minta susu moo bahkan sekarang dia lebih
suka air putih saat bangun malam. Saya dan suami sepakat untuk tidak memberikan
yang pahit atau memberikan ramuan-ramuan aneh supaya Kakak berhenti menyusu
karena dia pantas mendapatkan wujud cinta yang lain. Wujud cinta itu dengan
makin banyaknya peluk, cium, dan sayang selepas dia disapih.
“Dear
Kakak, Maafkan jika belum genap usia dua tahun Ibu telah menyapihmu. Namun,
purnatugasku tak pernah menghentikan rasa sayang Ibu kepadamu. Biarkan kita
memulai dan mengakhiri masa menyusui dengan cinta dan senyuman.”
Komentar