Assalamu'alaykum teman-teman. Alhamdulillah insya Allah ini tahun pertama kita bisa silaturahmi tanpa "ngumpet-ngumpet" dari aturan ya. Hari Raya Idul Fitri kali ini kita bisa bertemu sanak saudara, orang tua, teman-teman yang mungkin selama pandemi kemarin hanya bisa bertemu lewat jejaring sosial maupun video call. Ditambah lagi, aturan bepergian juga dipermudah yaitu bisa bebas antigen dan PCR jika sudah booster vaksin ketiga. Yuk langsung ke faskes terdekat untuk booster, lumayan banget cuma beli tiket pesawat atau kereta apinya aja kan. Seperti masa-masa libur lebaran sebelum pandemi, biasanya teman-teman yang punya ART di rumah akan ada cuti khusus untuk ART-nya (yang semoga ngga ditambah drama ngga mau balik kerja). Kebayang ya bersih-bersih rumah, kalau baju masih bisa laundry self service yang sehari bisa langsung kering dan menghemat waktu. Kalau ART? ada sih ART musiman ya, tapi apakah bisa dipercaya? Daripada jadi overthinking yu...
Jalur Kereta Api di Stasiun Gombong, Jawa Tengah
Pelayanan publik khususnya bidang
transportasi semakin membaik. Hal ini terlihat dari pelayanan yang diberikan
bukan hanya saat dalam perjalanan tetapi juga saat sebelum melakukan
perjalanan. Kereta api, salah satu moda transportasi di Indonesia, menjadi yang
pesat kemajuannya dalam pelayanan. Pelayanan yang saya maksud di sini yaitu
penyediaan tiket kereta api, pembenahan stasiun, peremajaan kereta api, dan
kecepatan customer service dalam
menangani keluhan. Penanganan keluhan ini saya alami ketika teman saya tidak
mendapat surel bukti pemesana tiket. Saya pun mencari alternatif murah dengan
mengirim surel ke alamat surel PT KAI. Beberapa jam setelahnya, surel balasan
pun diterima dengan kode booking yang
diminta.
Hal menarik dalam pelayanan baru kereta api
yaitu tersedianya pembelian tiket online.
Tiket ini dapat dibeli melalui laman kereta-api.co.id, minimarket, bahkan lewat
agen. Pembelian tiket via agen ini ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat yang memiliki jiwa usahawan. Setiap orang dapat menjadi agen tiket
dengan cara mendaftarkan diri pada agen yang menawarkan kerja sama tersebut.
Salah satu nama yang sering saya lihat karena banyaknya banner yaitu Fast Pay. Beberapa rumah membentangkan banner tersebut untuk mempermudah
masyarakat melakukan pembayaran seperti listrik, air, telepon, dan kereta api.
Apa bedanya dengan membayar langsung? Saya akan coba jelaskan pengalaman
pertama saya menggunakan layanan Fast Pay ini untuk pembelian tiket kereta api.
Rabu malam saya kembali cek laman
kereta-api.co.id untuk menilik ketersediaan tiket kereta api jurusan Gombong - Pasar
Senen untuk tanggal 16 November 2014. Namun, tak ada perubahan dari sebelumnya,
tiket incarana saya Sawunggalih Pagi kelas eksekutif dengan harga terjangkau
sudah habis. Herannya hingga tahun depan – tanggal terbaru untuk pemesanan 3 bulan
selanjutnya – juga sudah habis. Kok bisa ya? Mungkin penumpang kereta api
sangat aktif untuk memesan tiket 3 bulan sebelum jadwal keberangkatan. Akhirnya,
karena penasaran dengan pengalaman Ibu saya yang berhasil mendapatkan tiket
kereta murah saat Lebaran padahal dalam laman resmi PT Kereta Api sudah habis, saya
pun berangkat dengan harapan dapat mendapatkan tiket eksekutif yang telah habis
itu.
Loket Fast Pay yang saya datangi terletak di
depan rumah seorang warga. Bapak tersebut menyiapkan ruang tambahan layaknya
loket untuk membeli sesuatu di halaman rumahnya. Tidak ada antrean di halaman
rumahnya, hanya saya dan tante saya yang datang untuk membeli tiket. Saat itu
yang melayani pembelian tiket yaitu seorang laki-laki yang mungkin anak atau
saudara pemilik bisnis rumahan ini. Ia pun membuka program untuk pembelian
tiket kereta api dengan saldo yang saya intip dilayar sekitar Rp560.000,00.
Saya pun bergumam dalam hati, “ooh, pakai saldo juga.” Setelah memberikan
informasi tentang tujuan dan jam keberangkatan, ternyata kereta api dengan
kelas yang saya inginkan berstatus “habis” di layar berukuran sekitar 14 inchi
itu. Karena tak enak hati keluar dengan tangan kosong, saya pun meminta
dibatalkan pemesanan tiket tersebut dan mengganti dengan tiket keberangakatan
dari Pasar Senen-Gombong yang sudah saya ketahui totalnya jika membeli via
laman PT KAI paling tidak sebesar Rp87.500,00. Harga tersebut dengan rincian Rp80.000
harga tiket dan biaya layanan pelanggan Rp7.500,00. Saya pun bertanya biaya
keseluruhan untuk mendapatkan tiket tersebut jika melalui Fast Pay dan ia
langsung mengetik di kalkulator yang mengeluarkan struk. Struk itu mungkin
berguna untuk meminimalisasi kelebihan biaya hitungan yang secara sengaja atau
tidak sengaja dilakukan oleh orang yang bertugas untuk menjaga loket tersebut.
Setelah menghitung, ia pun memberitahu total harga tiket jika langsung cetak
dan dapat diambil esok harinya di loket ini sebesar Rp.127.500,00. Huow mahalnyo. Jika saya ada di dalam
komik mungkin akan ada emoticon dengan
tulisan “glek”! Selanjutnya, saya menanyakan
biaya jika tidak langsung cetak lalu ia kembali menghitung dan bertanya oleh
pemilik sesungguhnya yang terlihat menaiki tangga di dalam rumahnya. Totalnya
Rp107.500,00. Hmm berkurang Rp20.000,00. Akhirnya, saya memilih untuk memesan tanpa
perlu mencetak dengan alasan yang diucapkan khawatir lalai dengan tiketnya.
Alasan yang tidak diucapkan tentu saja karena harganya sudah cukup mahal dibanding
memesan langsung dari laman resmi PT KAI. Karena kekurangan receh, saya
mendapatkan uang kembalian Rp3.000,00. Jazakumullah
khair.
Sepanjang perjalanan di motor, tante saya
bertanya kenapa tidak langsung mencetak. Saya pun menceritakan keadaan
sesungguhnya jika memesan langsung. Dia pun mengerti kelakuan saya yang sempat
membuatnya bingung. Sesampainya di rumah saya berdiskusi dengan Ibu dan
bertanya tentang keanehan tiket yang bisa Ibu dapat saat lebaran padahal
sumbernya sama-sama dari laman resmi PT KAI. Saya pun menceritakan yang terjadi
tadi pada Ibu. Cara kerja loket Fast Pay yang tadi saya datangi yaitu ia
memesan secara normal, menambahkan biaya loket yang memang bervariasi di tiap lokasi
loket, dan menambahkan biaya tambahan pribadi loketnya (dalam hal ini asumsi
saya keuntungan yang didapat di luar biaya listrik untuk mengoperasikan komputer
dan cetak kertas bukti pembayaran. Untuk tiket yang langsung didapat keesokan
harinya dilakukan dengan cara memerintahkan salah satu orang untuk mengantarkan
langsung ke loket. Ya, jadi wajar saja kalau biayanya agak mahal. Sepertinya
setimpal dengan biaya bensin dan badan selama perjalanan menjemput tiket di
stasiun itu. Loket Fast Pay ini berguna untuk masyarakat yang jarang atau
hampir tidak pernah bersentuhan dengan internet. Selain itu, Fast Pay cocok
untuk yang ingin menghemat tenaga dalam mencari tempat penjualan tiket di
minimarket tertentu. Namun, untuk orang-orang yang mudah dalam mengakseses
internet lebih baik langsung memesan dari laman resmi PT KAI.
Jadi, memesan melalui jalur apapun ada
kelebihan dan kekurangannya. Silakan memilih mana yang lebih Anda sukai. Semoga
perbaikan dalam hal penjualan tiket dapat merata ke seluruh aspek pelayanan
kereta api pada khususnya, pelayanan publik lain pada umumnya. Beberapa hal
yang darurat untuk diperbaiki yaitu musala dan toilet di tiap stasiun. Penampakan
musala di Stasiun Manggarai misalnya, membuat saya kapok untuk salat di sana.
Saya lebih memilih untuk pulang agak malam ketika bekerja di daerah Depok
dibanding harus salat dengan rasa tak nyaman di musala Stasiun Manggarai. Toilet
pun terlihat mencekam karena laki-laki dan perempuan berada di satu lorong
tanpa ada pembedaan laki-laki dan perempuan. Semakin baiknya fasilitas umum
tentu akan mendorong masyarakat untuk menggunaan fasilitas tersebut. Masyarakat
juga seharusnya merawat fasilitas tersebut dengan baik sehingga tercipta kenyamanan
di tiap penggunanya.
Komentar